Tuesday, November 27, 2012

Film: Tanah Surga... Katanya (2012), Nasionalisme Kita Sedang Diuji


Sutradara: Herwin Novianto
Penulis: Danial Rifki
Pemeran: Osa Aji Santoso, Fuad idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Ringgo Agus Rahman



 
Review:
1. Sindiran

Film produksi PT. Demi Gisela Citra Sinema seringkali mengangkat tema nasionalisme. Tahun 2012 ini pun Demi Gisela Citra Sinema masih konsisten dengan tema yang diangkat dalam film terbarunya yang berjudul Tanah Surga...Katanya. Menarik sekali melihat tema yang diangkat kali ini seputar nasionalisme di daerah perbatasan, tepatnya di perbatan Indonesia dan Malaysia. Sindiran Deddy Mizwar tentu masih terasa. Namun kita sebagai penonton juga sah-sah saja menyindir film ini karena banyaknya product placement yang penempatannya kurang halus di beberapa adegan film. Hasyim seorang mantan sukarelawan konfrontasi Indonesia-Malaysia yang tinggal bersama cucunya Salman dan Salina dibujuk oleh anak kandungnya yang bernama Haris untuk pindah ke negeri seberang yaitu Malaysia. Menurut Haris hidup di Malaysia lebih menjanjikan. Haris mendapat pekerjaan yang layak disana. 

Monday, November 19, 2012

Film: THE TWILIGHT SAGA - BREAKING DAWN PART 2 (2012), Pasutri Vampir dan Penutup Manis

 
Director: Bill Condon
Screenplay: Melissa Rosenberg, Stephenie Meyer
Casts: Kirsten Stewart, Robert Pattinson, Taylor Lautner, Dakota Fanning
 

Review:

1. Renesmee

Renesmee boleh dibilang sebagai pemicu konflik dalam penutup franchise Twilight yang berjudul Breaking Dawn Part 2 ini. Kemunculannya menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak, terutama Volturi. Renesmee merupakan buah hati pasutri vampir Edward Cullen dan Bella. Renesmee lahir ketika Bella masih menjadi manusia. Kehadiran Renesmee dianggap Volturi sebagai pelanggaran hukum karena keberadaannya disinyalir membahayakan peradaban. Renesmee dianggap sebagai anak Immortal yang menjadi ancaman serius. Tekad untuk menyelamatkan dan melindungi Renesmee ini pula yang menyebabkan keluarga Cullen dibantu rekan-rekannya menghadapi Volturi yang dipimpin oleh Aro. Nampaknya kali ini Bill Condon lebih ingin menonjolkan sisi kejutan dan ketegangan dalam Breaking Dawn Part 2. Jika Anda tidak mengikuti franchise film Twilight sebelumnya, Anda tak perlu khawatir tidak dapat mengikuti film ini. Plotnya sederhana, tidak berbelit-belit.

Monday, November 12, 2012

Film: SKYFALL (2012), Between M and Bond


Sutradara: Sam Mendes
Distribusi: MGM, Columbia Pictures
Penulis: John Logan, Neal Purvis, Robert Wade
Pemeran: Daniel Craig, Javier Bardem, Naomie Harris, Judi Dench
 



Review:
 
1. Agen Lama dan Purna Tugas
Bond tertembak dan menghilang di awal film. Adegan pembuka yang seru walaupun masih terasa tipikal. Pimpinan Agen MI6, M, mendapat teguran dari Ketua Intelijen atas pencurian data daftar agen NATO yang menyamar dalam organisasi teroris. Teguran ini yang menyebabkan Mallory, Ketua Intelijen memanggil M dan menyampaikan kritikan dari Perdana Menteri atas kinerja MI6. M akan dipensiunkan dari MI6. Tapi dengan bersikeras, M masih ingit melanjutkan tugas-tugasnya sebagai pimpinan MI6. Setelah menghilang, Bond kembali ke London pasca peristiwa peledakan kantor MI6. Bond yang berusaha bangkit dan baru bergabung kembali di MI6 harus menjalankan misi di Shanghai untuk mencari tentara bayaran yang dulu dikejar Bond di Turki. Kali ini franchise James Bond tampil dengan emosional dan penuh kejutan. Javier Bardem yang didaulat sebagai villain memiliki karakter yang sangat kuat. Bardem memerankan Silva, seorang agen lama yang dulu pernah bekerja dengan M. Dendamnya kepada M di masa lampau mendorongnya melakukan serangkaian teror termasuk teror di MI6. Silva bukanlah villain sembarangan, sulit untuk menaklukkannya. Silva yang berusaha membunuh M harus berhadapan dengan Bond. Bond, yang masih setia kepada M, membawa M ke rumah masa kecil Bond yang dinamai Skyfall. Tujuan Bond salah satunya untuk menjebak dan memancing Silva agar datang ke Skyfall. Di Skyfall ini kejutan dan pertarungan sengit terjadi. Chemistry antara James Bond dan M juga kian terasa dekat dan intense. Tidak seperti film-film sebelumnya yang dominan hadir sebatas hubungan antara atasan dan bawahan.

Film: Jakarta Hati (2012), Six Heart-warming and Cynical Stories from Jakarta


Sutradara: Salman Aristo
Penulis: Salman Aristo




Review:
 
1. Orang Lain
Pemeran: Surya Saputra, Asmirandah


Seorang laki-laki yang merasa hidupnya hancur ketika ditinggal istrinya selingkuh memilih menghabiskan waktunya dengan minuman beralkohol di suatu cafe. Dia bertemu dengan seorang wanita muda yang merupakan kekasih dari selingkuhan istrinya. Pertemuan canggung diantara mereka berdua di malam hari itu berubah menjadi percakapan yang nyaman dan santai sambil menyusuri jalanan di Kota Jakarta. Mereka mencoba mendefiniskan siapa yang menjadi "orang lain" dalam hubungan mereka bersama pasangannya masing-masing. Pendekatan yang dilakukan Salman Aristo dalam segmen ini begitu unik dan cerdas. Banyak makna tersirat, dan yang pasti "small things matter".

Tuesday, November 6, 2012

Film: The Expendables 2 (2012), Bernostalgia Di Museum Para Bintang Aksi


Director: Simon West
Screenplay by: Richard Wenk, Sylvester Stallone
Casts: Sylvester Stallone, Jason Statham, Jet Li, Dolph Lundgren, Chuck Norris, Liam Hemsworth, Jean-Claude Van Damme, Bruce Willis, Arnold Schwarzenegger

 


Review:
 
1. Museum Para Senior dan PG-13
Menonton The Expendables 2 ibarat menuju sebuah ruang museum yang dipenuhi hal-hal yang membuat kita bernostalgia dengan masa lalu. The Expendables 2 dipenuhi oleh bintang aksi senior dan papan atas yang memiliki masa keemasannya masing-masing. Sayang sekali jika popularitas mereka disia-siakan. Mengumpulkan para bintang senior dalam sebuah ruang "museum" ini adalah ide bagus sekaligus mengingatkan kita kembali atas masa kejayaan bintang-bintang tersebut. Usia memang tidak bisa berbohong, namun semangat dan usaha Sylvester Stallone, Jason Statham, Jet Li, Dolph Lundgren, Chuck Norris, Liam Hemsworth, Jean-Claude Van Damme, Bruce Willis dan Arnold Schwarzenegger patut diacungi jempol. Di museum bernama "The EXpendables 2" para bintang itu berpesta, bernostalgia atas masa kejayaannya. Bergesernya rating film The Expendables dari R (Restricted) menuju PG-13 pada sekuelnya berpeluang menambah basis fans film ini. Umpatan dan kata-kata kasar pun harus bernegosiasi dengan rating klasifikasi penonton.

Film: Entre Les Murs/The Class (France, 2008), Best Film Cannes Film Festival 2008


Director: Laurent Cantet
Written by: Francois Begaudeau, Robin Campillo, Laurent Cantet
Casts: Francois Begaudeau, Franck Keita, Esmeralda Ouertani, Rachel Regulier, Boubacar Toure

 


Review:
 
1. Dominasi Percakapan
Barangkali Anda akan bosan menonton film asal Prancis ini. Film Entre Les Murs yang memenangkan Palme d'Or pada Cannes Film Festival ini sangat menguji kesabaran para penontonnya untuk bertahan mengikuti detil cerita. Bukan karena absurd, namun justru karena film ini didominasi oleh percakapan di kelas antara guru dan murid-muridnya. Francois Marin, seorang guru Bahasa Prancis mencoba bertahan mengajar di kelas yang dipenuhi oleh anak-anak yang suka membantah, tak sopan dan tak disiplin. Ujian besar bagi Francois untuk bertahan di kelas tersebut. Adegan percakapan demi percakapan di kelas dan lingkungan sekolah hampir membuat saya bosan. Yang membuat saya bertahan adalah materi/isi percakapan yang menyentuh berbagai segi, mulai dari hobi, etnis hingga hal-hal multikultural lainnya dalam skala yang lebih luas. Dinamika dan emosi film tidak begitu tampak. Namun mendekati ending, konflik yang cukup serius yaitu konfrontasi terjadi antara Francois dan muridnya yang menyebabkan seorang siswa terancam keluar dari sekolah tersebut. Konflik ini pula yang memicu ketegangan antara Francois dan murid-muridnya. Banyak hal yang bisa kita temukan dalam percakapan antara guru dan murid ini, seperti menghadapi keragaman kultur di suatu lingkungan, menghindari kekerasan di kelas, membangkitkan suasana kelas agar tak canggung, bagaimana mengatur tutur kata sebagai guru dan menghadapi kenakalan serta ketidaksopanan para murid.

Wednesday, October 24, 2012

Film Pendek: Vino and Marsha Story of Us (2012), Perjalanan dan Kado Hari Bahagia


Director/Producer: Marsio Juwono
Production: Timeless Production
Story by: Vino G. Bastian & Marsio Juwono
Editor: Ponadi
DOP: Marsio Juwono
Cast: Vino G. Bastian, Marsha Timothy, All families and friends
Duration: 18 Minutes
 
 
Review:
Singkat saja, pada dasarnya video Vino dan Marsha ini adalah short movie atau film pendek. Disutradarai oleh Marsio Juwono yang sekaligus bertindak sebagai penulis cerita bersama Vino G. Bastian, Story of Us memang bercerita tentang perjalanan Vino dan Marsha menjelang pernikahan mereka. Alurnya cukup unik, menggabungkan antara flashback, reka ulang dan kejadian nyata pada saat pernikahan. Plotnya mengalir, sederhana namun mengena. Yang paling menonjol tentunya ekspresi Vino dan Marsha yang begitu kuat di film pendek ini. Menuju ending penonton disuguhkan scene yang cukup haru mulai dari lamaran hingga akad nikah. Satu lagi yang membuat film pendek ini memiliki emosi adalah tata musik dan background song yang turut memberi nyawa Story of Us. Menurut pendapat saya (yang subjektif ini), seharusnya durasi film bisa lebih dipersingkat, sehingga dapat mengurangi beberapa pemborosan scene dan film pendek menjadi lebih padat dan berisi. Story of Us cukup berhasil tampil sederhana namun mengena. Sebuah kado istimewa di hari bahagia mereka berdua.

 
Cinemovie-Rate: 7/10

 
Link "Vino and Marsha Story of Us" via Youtube:

http://www.youtube.com/watch?v=i93sXdixKvw

Tuesday, October 23, 2012

Film: Rumah Kentang (2012), Sekedar Teror Suara Belaka


Sutradara: Jose Purnomo
Produser: Raam Soraya
Pemeran: Shandy Aulia, Tasya, Gilang D, Ki Kusumo



 
Review:

1. Modal Sound Keras

Kebiasaan lama film horor Indonesia adalah bermain di bagian sound effect. Kadang hanya berfungsi untuk membuat penonton kaget. Unsur plot cerita yang kuat yang bisa membuat penonton ketakutan dikesampingkan. Rumah Kentang menambah deretan film horor yang mengandalkan sound effect tersebut. Tata produksi film ini sebenarnya tidak mengecewakan. Tata artistik yang bagus, sinematografi yang cukup apik ditambah deretan aktor dan aktris yang komersil. Dalam film ini pun tidak ada adegan vulgar layaknya film horor yang menjamur belakangan ini. Namun tata musik agaknya tampil berlebihan dan ada di banyak scene. Selain itu kelemahan lain ada pada skenario yang membuat dahi penonton berkerut. Skenario Rumah Kentang tergolong lemah, tidak ada unsur kejutan dalam plot cerita. Pengembangan dan inovasi cerita juga tak nampak. Bidang pemeranan juga tampil lemah, kurang meyakinkan dan tanpa chemistry yang kuat.

Friday, October 19, 2012

Tuesday, October 9, 2012

Film Pendek: GRAVE TORTURE (2012, Sutr. Joko Anwar), Silent Terror dari Youtube


Sutradara: Joko Anwar
Penulis: Joko Anwar
Pemeran: Ismail Basbeth dan Andro Trinanda
Durasi: 7 Menit

 

  
Review:
 
1. No Dialogue
Belakangan ini makin jarang film horor lokal yang diproduksi dengan baik dan benar. Muncul kesan bahwa film horor lokal belakangan digarap "asal jadi" dan "asal laku". Kemasan horor saat ini pun beralih menuju horor komedi bahkan horor vulgar. Bisa dihitung hanya beberapa film horor yang benar-benar diproduksi dengan serius, baik dari segi cerita maupun sinematografi. Salah satunya film pendek horor terbaru dari Joko Anwar. Kali ini Joko Anwar kembali dengan film pendek yang dirilis oleh The YOMYOMF Network via Youtube Channel. Menyambut Halloween, film pendek Joko Anwar mengambil judul "Grave Torture" atau bisa diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai Siksa Kubur. Grave Torture yang merupakan salah satu bagian dari antologi Silent Terror ini dikemas sebagai horor lokal tanpa dialog. Scoring musik berperan mendukung atmosfer horor. Jalan cerita yang cukup mencuri perhatian walaupun hanya berdurasi 7 menit. Tak ketinggalan ekspresi para aktor dalam ini cukup menjanjikan. Sehingga tanpa dialog pun, plot utama dan suasana seram menegangkan dapat dirasakan oleh penonton.

Friday, September 28, 2012

Film: Opera Jawa (2006), Perpaduan Berbagai Seni dalam Sebuah Film Penuh Metafora


Sutradara: Garin Nugroho
Penulis: Garin Nugroho, Armantono
Pemeran: Artika Sari Devi, Eko Supriyanto, Martinus Miroto 




 
Review:

1. Kombinasi: Seni, Tata Artistik, Teatrikal, Tembang Jawa
Sangat artistik dan teatrikal, itu pertama kali kesimpulan saya setelah menonton Opera Jawa. Film Opera Jawa boleh dibilang sebagai adaptasi bebas dan modern dari kisah Mahabarata (Rama, Shinta dan Rahwana) yang diaplikasikan oleh Garin Nugroho ke masa sekarang dengan tampilan yang sangat Indonesia. Perpaduan berbagai seni dalam film Opera Jawa sebenernya berisiko, tiap seni punya medianya tersendiri, sehingga untuk menggabungkannya perlu ketelitian dan pemahaman yg mumpuni. Setidaknya Opera Jawa melakukannya dengan cukup baik. Teatrikal, seni musik (tembang jawa & gamelan), seni tari, seni rupa menyatu dalam film Opera Jawa. Walaupun saya pribadi berasal dari Jawa, ternyata menonton Opera Jawa saya sangat perlu bantuan subtitle Bahasa Indonesia. Semua dialog ditampilkan dalam nyanyian tembang jawa (bahasa jawa halus) penuh metafora lengkap dengan tarian serta gerakan simbolis.

Film: The Artist, Sebuah Film yang Sangat Berani Tampil Beda


Sutradara: Michel Hazanavicius
Penulis: Michel Hazanavicius
Pemeran: Jean Dujardin, Berenice Bejo

 


Review:

1. Kemasan Klasik
Menonton film The Artist benar-benar menguji kesabaran. Bukan karena jelek tapi mungkin karena terlalu klasik dan artistik/"nyeni". Sebenarnya premis yang dihadirkan tidaklah berat, namun kemasan film yang menjadikannya berat. Tampilan klasik berwarna hitam putih menjadi bahan utama sepanjang durasi film, tidak hanya sampai disitu, film The Artist juga dikemas sebagai film bisu tanpa dialog. Alurnya standar; setting tahun 1927-1939 tentang artis pria senior yang pamornya mulai turun dan diganti anak didiknya yang menjadi sangat terkenal. Sang artis menolak menyesuaikan diri dengan perubahan dunia perfilman di Hollywood dari silent movies menuju film yang berbicara.
 

Film: cin(T)a, Pemenang Skenario Asli Terbaik FFI 2009


Sutradara: Sammaria Simanjuntak
Penulis: Sally Anom Sari, Sammaria Simanjuntak
Pemeran: Sunny Soon, Saira Jihan



Review:

1. Berani dan Lugas
Menonton cin(T)a adalah pengalaman sinematik yang mengesankan, bukan karena capaian teknis yang tinggi, melainkan karena kekuatan dialog yang lugas dan brilian. cin(T)a adalah sebuah pencapaian yang berani dalam bertutur dan tegas dalam bersikap. Namun disisi lain punya banyak pertanyaan layaknya curahan hati sang pembuat film. cin(T)a sepertinya memang curahan hati, diperjelas dengan adanya pasangan "beda" yang tampil di sela-sela scene film. Tentang akting para cast memang tidak spesial, beruntung mereka tertolong cerita dan dialog yg luar biasa.

Thursday, September 27, 2012

33 Film Indonesia Terpenting Dekade 2000-2009 Versi RumahFilm.Org

Berikut ini adalah film-film Indonesia Terpenting Dekade 2000-2009 pilihan redaktur Rumah Film:

1. Opera Jawa (Garin Nugroho – 2006)


 
2. Kantata Takwa (Gotot Prakosa dan Eros Djarot – 2008)


 
3. Teak Leaves at the Temple (Garin Nugroho – 2008)


 
4. The Rainmaker (Impian Kemarau) (Ravi Bharwani – 2004)



5. Eliana, Eliana (Riri Riza – 2002)



Monday, September 24, 2012

Film: Test Pack (2012), Negosiasi atas Konsepsi Individu


Sutradara: Monty Tiwa
Penulis Skenario: Adhitya Mulya
Pemeran: Acha Septriasa, Reza Rahardian, Renata Kusmanto, Gading Marten, Meriam Bellina

 


Review:
 
1. Definisi Ulang dari Pernikahan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ni·kah (n) memiliki arti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Sedangkan per·ni·kah·an (n) berarti hal (perbuatan) nikah. Pengikatan atau penyatuan dua kepribadian ini tentunya bukanlah hal yang mudah. Dalam membina rumah tangga pasti terdapat hambatan berupa konsepsi individu atau yang lebih dikenal dengan istilah "ego". Konsepsi berarti rancangan atau cita-cita yang telah ada dalam pikiran. Tiap manusia memiliki konsepsi individu yang berbeda dan cenderung untuk dapat mempertahankannya meskipun telah diikat dengan tali pernikahan. Tinggal bagaimana pasangan suami istri dapat bernegosiasi dengan ego masing-masing. Bagi Tata, rumah tangga belum lengkap tanpa kehadiran anak. Tata berpendapat bahwa sebuah pernikahan disebut bahagia jika sudah lengkap bersama sang buah hati. Ya, Tata bersikeras ingin membahagiakan suaminya Rahmat dengan memberikan anak. Namun bagi Rahmat, keberadaan Tata sudah melengkapi kehidupan Rahmat. 

Film: Rayya Cahaya Di Atas Cahaya (2012), Perjalanan Itu Berupa Kontemplasi Puitis


Sutradara: Viva Westi
Penulis Skenario: Emha Ainun Najib dan Viva Westi
Pemeran: Titi Sjuman, Tio Pakusadewo, Christine Hakim





Review:
 
1. Sarana Untuk Merenung
Seberapa jauh sebuah film dapat memberikan efek "merenung" bagi penontonnya? Mungkin Rayya Cahaya Di Atas Cahaya dapat menjadi salah satu jawabannya. Rayya meninggalkan jejak dan kesan yang dalam bagi penontonnya. Saya sangat menikmati bagaimana Viva Westi dan Emha Ainun Najib "berduet" mengemudikan kisah Rayya dan Arya dari Jakarta menuju Bali. Keindahan yang dibawa tidak hanya pada sinematografi yang membentangkan keindahan pesona alam, namun isi dialog yang disampaikan tampil penuh makna. Sebuah media renungan yang tepat bagi penonton. Rayya publik figur ternama yang sedang patah hati merencanakan suatu hal dalam perjalanan pembuatan foto dan bukunya. Arya seorang fotografer yang menemani Rayya dalam pembuatan foto dan buku Rayya ternyata juga menyimpan masalah pribadi yang masih dia pendam. Bedanya Rayya cenderung meluapkan amarahnya, sedangkan Arya lebih lihai dalam pengendalian diri. Rayya yang terlihat bercahaya di depan kamera, terlihat sangat rapuh sepanjang perjalanan. Keduanya terlihat nyaman ketika menjalani serangkaian pengalaman dalam perjalanan. Dari Rayya dan Arya, penonton diajak merenungi keikhlasan, dendam, kepercayaan, martabat dan pengendalian diri. Bahkan adegan jenaka yang sengaja diselipkan di tengah-tengah film juga patut kita renungi. Sesuatu yang kiranya sepele bagi kita, ternyata bisa menjadi hal yang serius dan berharga pada orang lain. Rayya yang tampak bercahaya, ternyata rapuh dan menyimpan gelap. Film ini menekankan pada studi karakter manusia melalui renungan-renungan yang ditimbulkannya.

Film: 4 Luni, 3 Saptamani si 2 Zile / 4 Months, 3 Weeks, and 2 Days (2007, Romania), Hitam-Pahit Moralitas


Director: Cristian Mungiu
Writer: Cristian Mungiu
DOP & Producer: Oleg Mutu
Casts: Anamaria Marinca, Laura Vasiliu, Vlad Ivanov
Country: Romania
 
 
 
Review:
 
1. Hitam-Pahit Krisis Moral
Rumania, 1987. Moral dipertaruhkan. Ibarat pekatnya kopi tanpa gula, 4 Months tidak hendak menyajikan suatu hal yang manis. Apa yang disajikan Cristian Mungiu adalah sebuah realita kelam yang sangat pahit pada masa Komunis berjaya di Rumania. Gabita, seorang pelajar yang hamil di luar nikah hendak menggugurkan kandungannya. Otilia, teman asrama Gabita dengan suka rela membantu Gabita dalam praktik aborsi ilegal termasuk meminta uang kepada Adi, kekasihnya untuk tambahan biaya aborsi Gabita. Disinilah rentetan peristiwa tak terduga dialami oleh Otilia dan Gabita. Mereka berdua harus bergulat dengan batin dan nurani mereka. Sekali lagi, penyelesaian yang mereka tempuh ini sudah menggadaikan moralitas, sekaligus meninggalkannya jauh di belakang.

Film: PERAHU KERTAS (2012, Sutr. Hanung Bramantyo), Rasa Teenlit Kaya Karakter


Sutradara: Hanung Bramantyo
Produksi: Starvision, Mizan Production, Dapur Film (Adaptasi dari novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari)
Pemeran: Maudy Ayunda, Adipati Dolken, Reza Rahardian, Sylvia Fully, Elyzia M, Ira Wibowo, Tio Pakusadewo



Review:

1. Ringan, Segar dan Cepat
Ketika novel Perahu Kertas diperkenalkan sebagai sebuah karya sastra dari Dewi Lestari, banyak penggemar Dewi Lestari yang berpendapat bahwa Perahu Kertas adalah karya Dewi Lestari yang "ringan". Beberapa ekspektasi tinggi muncul ketika ada kabar bahwa adaptasi novel Perahu Kertas ke dalam film layar lebar dikerjakan oleh sutradara kawakan Hanung Bramantyo. Mengambil plot seputar kisah cinta muda-mudi dan obsesinya, Perahu Kertas bertutur dengan segar dan alurnya mengalir ringan walaupun banyak karakter yang terlibat dalam film ini. Namun alur yang dibangun pada film bagian pertama ini terkesan begitu cepat. Karakter-karakter bermunculan dan layer konflik pun semakin menumpuk. Hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: emosi karakter yang naik turun dan tidak sepenuhnya tuntas karena terbatasnya durasi serta pembagian sub-plot karakter-karakter pendukung, pergantian scene yang terkadang tidak runut titik sambungnya dan setting tempat yang berganti dengan cepat. Rasanya kemasan Perahu Kertas ini "bercorak" teenlit, namun bukan sembarang teenlit yang mudah ditebak. Perahu Kertas tampil lebih kompleks dibanding teenlit pada umumnya.

Film: The Amazing Spiderman 3D (2012), The Amazing "Drama"?


Director: Marc Webb
Studio: Marvel Entertainment, Laura Ziskin Productions
Distributor: Columbia Pictures
Screenplay: James Vanderbilt, Alvin Sargent, Steve Kloves
Casts: Andrew Garfield, Emma Stone, Rhys Ifans, Denis Leary, Campbell Scott, Irrfan Khan, Martin Sheen, Sally Field, Chris Zylka

 


Review:
 
1. Amazing Drama?
Too much drama? Yes, that's right. Namun bukan tanpa alasan ketika Marc Webb mencoba menjabarkan plot reboot franchise Spiderman berjudul The Amazing Spiderman ini. Versi yang ini seperti mengulang plot terdahulu namun dilengkapi dengan untold story yang sebelumnya belum dibahas dalam franchise Spiderman. Hasilnya bagian drama The Amazing Spiderman begitu dominan demi membangun karakter Peter Parker dan orang-orang di sekelilingnya. Bagian aksi yang menjadi korban. Beruntung efek 3D cukup mengobati kurangnya aksi ini. Spiderman kali ini memang berbeda karena kabarnya The Amazing Spiderman lebih setia pada komik. Karakter Peter Parker lebih 'gaul'. Adegan Spiderman membawa tas ransel dan handphone ketika beraksi juga jadi nilai hiburan tersendiri. Tidak ada Mary Jane, yang ada adalah Gwen Stacy.

Film: A Separation/Jodai-e Nader az Simin (Iran/2011), Film dgn skor 99 / 100 dr kritikus Rottentomatoes dan 95 / 100 dr Metascore, PERFECT!!


Director : Asghar Farhadi
Producer : Asghar Farhadi
Writter : Asghar Farhadi
Cast : Leila Hatami, Peyman Moaadi, Shahab Hosseini, Sareh Bayat, Sarina Farhadi, Ali-Asghar Shahbazi, Shirin Yazdanbakhsh, Kimia Hosseini, Merila Zarei
Music : Sattar Oraki
Cinematograper : Mahmoud Kalari
Editor : Hayedeh Safiyari
Distributor : Sony Pictures Classics
Running time : 123 minutes
Country : Iran
Language : Persian

Skor
IMDB: 8.6/10 
Metascore: 95/100 
Rottentomatoes: 99% / 100%

Film A Separation telah mengantongi lebih dari 40 awards dari berbagai Festival Film International. Kelompok Kritikus Film ternama di Hollywood, Rottentomatoes memberikan penilaian yang sangat tinggi untuk Film A Separation, 99 dari total skor 100. Sempurna!
Awalnya bertanya2, "Film dengan skor 99%?". Penasaran bgt, langsung deh menuju beberapa link donlot yg masih aktif, hehe..
Film A Separation telah berhasil mendapatkan lebih dari 40 awards dari berbagai Festival Film International. Kelompok Kritikus Film ternama di Hollywood, Rottentomatoes memberikan penilaian yang sangat tinggi untuk Film A Separation, yakni 99 dari total skor 100.  Sedangkan Metascore memberikan skor 95 dari total skor 100. Di IMDB, A Separation yang merupakan film dari negara Iran ini langsung masuk Top 100 Film All of Time. Sempurna!

Sinopsis:
Perceraian sepasang suami istri boleh jadi hal yang paling tidak diharapkan dalam kehidupan berumahtangga. Namun bagaimana jika perceraian itu harus terjadi? Apa saja dampaknya? Nampaknya Sutradara Iran, Asghar Farhadi mengemas A Separation jauh lebih kompleks dari penyebab perceraian itu sendiri. Adegan pembuka berupa sepasang suami istri yg sedang berdebat di pengadilan agama di depan hakim seolah menunjukkan pada penonton bakal banyak konflik yang terjadi. Masalahnya sederhana, Sang Istri, Simin mengajukan gugatan cerai karena suaminya, Nader tidak mau ikut pindah keluar negeri padahal visa sudah selesai dibuat. Nader beralasan bahwa dia tidak bisa meninggalkan ayahnya yang terkena penyakit AlZhaimer. Simin mengungkapkan bahwa keluarga mereka harus pindah keluar negeri agar masa depan anaknya lebih baik. Untuk sementara mereka berpisah, satu2nya putri mereka bernama Termeh ikut dengan ayahnya. Nader memutuskan mempekerjakan seorang pembantu, Razieh, untuk bekerja paruh waktu (dari pagi hingga sore) untuk merawat ayahnya yg terkena Alzhaimer.

Film: THE AVENGERS (2012), Ketika Para Superheroes "Berpesta"


Director: Josh Whedon
Production: Marvel Studios, Paramount Pictures
Writer: Joss Whedon, Zak Penn
Cast: Robert Downey Jr., Samuel L Jackson, Scarlett Johansson, Mark Ruffalo, Chris Evans, Chris Hemsworth, Jeremy Renner

 



Review:
 
1. Film Blockbuster raksasa Hollywood dan perdana IMAX komersil di Indonesia
Rasanya The Avenger boleh dibilang sebagai film superhero yang paling ditunggu tahun ini. Rilis secara interasional awal Mei 2012, Indonesia pun tak ketinggalan menampilkan aksi keroyokan para superhero ini. Bahkan saking latahnya, beberapa bioskop menayangkan The Avengers lebih dari 3 studio, sebut saja Plaza Senayan XXI yang langsung memutar The Avengers pada 6 STUDIO atau Ciputra World XXI Surabaya yang langsung memutarnya di 5 studio. Luar biasa antusias penikmat film. Bahkan salah satu terobosan terbaru jaringan 21 adalah IMAX yang merupakan Image Maximum, yaitu sebuah proyeksi film yang memiliki kemampuan gambar dengan ukuran dan resolusi yang lebih besar dari film konvensional lainnya. Standar layar IMAX adalah 22 meter lebar dan 16 meter panjang (72,6 x 52,8 kaki). Yang pasti tiket IMAX ini cukup mahal. Mungkin kepuasan nonton di studio IMAX ini yang luar biasa.

Film: RUMA MAIDA (2009), Sejarah atau Fiktif?


Sutradara: Teddy Soeriaatmadja
Penulis: Ayu Utami
Pemeran: Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Frans Tumbuan, Verdy Solaiman, Wulan Guritno, Nino Fernandez




Review:

1. Sejarah atau Fiktif?
Awalnya saya berpikir film Ruma Maida akan dikemas sebagai film sejarah yang banyak mengupas tentang Laksamana Maeda. Ternyata dugaan saya salah. Ruma Maida berisi plot maju mundur yang berganti-gantian dari rentang waktu 1928 hingga 1998. Waktu itu pada masa sebelum kemerdekaan, terdapat sosok tentara berdarah campuran bernama Ishak Pahing yang juga menjadi pelopor kelompok musik keroncong Pulau Tenggara yang konon ceritanya merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok yang diprakarsai Bung Karno. Kemudian setting waktu maju ke tahun 1998 yaitu pada masa reformasi. Maida, seorang mahasiswi idealis berusaha mempertahankan sebuah rumah tua untuk tempat belajar anak-anak jalanan. Rumah tua tersebut akan diambil alih oleh pemiliknya, Dasaad Muchlisin, dan akan diubah fungsi menjadi pusat pertokoan/bisnis dengan desain baru yg modern minimalis. Setting waktu mundur lagi pada jaman penjajahan Jepang, dimana seorang tentara mata-mata dari Jepang yang berpura-pura berprofesi sebagai fotografer menangkap Ishak Pahing dan menyiksanya. Sampai disini batas antara sejarah dan fiktif itu kabur. Susah dibedakan mana sejarah, mana fiktif.

Thursday, September 20, 2012

Film: Melancholia (2011), Official Selection & Best Actress Winner Cannes Film Festival 2011


Director: Lars von Trier
Writer: Lars von Trier
Cast: Kirsten Dunts, Charlotte Gainsbourg, Kiefer Sutherland

 
 
 
Review:

1. Prolog

Film Melancholia dibuka dengan kepingan-kepingan gambar penuh metafora dengan tampilan yg sangat lambat (slow motion) diiringi musik klasik selama kurang lebih 8 menit. Mozaik-mozaik ini adalah gambaran adegan-adegan yang akan dijabarkan dalam film melancholia. Dari openingnya saja kita sudah bisa tau film seperti apakah ini. Film-film Lars von Trier memang terkenal segmented dan tidak mudah disukai oleh penonton kebanyakan. Bahkan menurut saya, tema "depresi" yang dibawa Melancholia ini berpotensi menjenuhkan.

Film: The Tree of Life (2011), What is the Main Point?

Director: Terrence Mallick
Casts: Brad Pitt, Sean Penn, Jessica Chastain
 


Review:
Ya, saya sangat penasaran dengan film yang dibintangi Brad Pitt, Sean Penn dan Jessica Chastain ini sejak film ini memenangkan Film Terbaik Cannes tahun 2011. Walau menang Cannes, waktu menonton film ini saya berusaha tidak terpengaruh oleh pilihan juri Cannes. Memang pendapat saya sangat subjektif, tapi nyatanya saya kesulitan menemukan poin utama film ini. Apa yang hendak disampaikan tidak sepenuhnya dapat diterima penonton. Wajar jika ada kabar belasan penonton meninggalkan gedung bioskop ditengah-tengah film, mungkin karena kebosanan.

12 Kesan Saya tentang The Raid

Wednesday, September 19, 2012

5 Film Terburuk pada The 32nd Annual Golden Raspberry Awards


Worst Picture The 32nd Annual Golden Raspberry Awards (Razzie Awards):


    Bucky Larson: Born to Be a Star
 


    Jack & Jill

 
    New Year’s Eve


    Transformers: Dark of the Moon


    Twilight Saga: Breaking Dawn Part 1

Film: THE HUNGER GAMES (2012), Children Killing Children, Thrilling!


Director: Gary Ross
Production/Studio: Lionsgate, Color Force
Writer: Gary Ross, Suzanne Collins, Billy Ray
Casts: Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Lenny Kravitz




Review:

1. Dari District 12 hingga The Capitol

Entah kenapa saya lebih terdorong untuk nonton The Hunger Games dibanding Hugo yang menang bnyk Oscar itu. Sama-sama film fantasi, menurut saya The Hunger Games lebih berpotensi menarik banyak penonton. Salah satu faktornya, The Hunger Games diadaptasi dari novel terlaris karya Suzanne Collins. Awal film dibuka dengan kondisi North America di masa yang akan datang, yang berubah menjadi negara Panem. Panem terdiri dari 13 District, namun District 13 telah punah. Diantara semua Districts, District 12 adalah yang paling miskin. Tingkat kesejahteraannya berada dibawah District lain. Puluhan tahun silam, district-district ini melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap pemerintah pusat, The Capitol. Namun districts tetap tidak berdaya dibawah kekuasaan The Capitol. Untuk menjaga "stabilitas" negara dan sebagai hukuman atas pemberontakan Districts tersebut, The Capitol mengadakan even tahunan yang bernama The Hunger Games, dimana setiap district dipilih 1 remaja putra dan 1 remaja putri berumur 12-18 tahun untuk bertahan hidup di sebuah arena survival dan hanya akan menyisakan 1 orang sebagai pemenang. District pemenang The Hunger Games akan mendapatkan penghargaan dan hadiah dari The Capitol.

Film: MODUS ANOMALI (2012), Bermain Teka-teki Rumit Bersama Joko Anwar


Sutradara: Joko Anwar
Produser: Sheila Timothy
Penulis: Joko Anwar
Casts: Rio Dewanto, Hannah Al Rasyid, Marsha Timothy, Surya Saputra


 
 
Review:
 
1. Thriller terbaru Joko Anwar
Salah satu film lokal yang paling saya tunggu tahun ini adalah Modus Anomali karya Joko Anwar. Sejak trailernya beredar, Modus Anomali sudah menjadi perbincangan ramai di dunia maya. Setelah Kala dan Pintu Terlarang, nampaknya Joko Anwar ketagihan membuat film bergenre thriller. Lewat film keempatnya, Joko sekali lagi menunjukkan bahwa dia adalah salah satu sutradara terbaik di Indonesia. Premisnya sederhana, tentang keluarga yang diteror oleh pembunuh di tengah hutan. Tidak bisa dipungkiri, tata produksi film Modus Anomali sangat unggul. Setting hutan yang indah namun mencekam berhasil diciptakan Joko Anwar. Teknik kamera handheld mampu bekerja dengan baik menciptakan suasana ketegangan walaupun di awal film cukup membuat penonton pusing. Sound design film ini tidak berlebihan. Suasana keterasingan di dalam hutan semakin diperkuat dengan pilihan bahasa yang digunakan dalam film, seolah menunjukkan kejadian dalam film tidak terjadi di Indonesia. Namun terkadang para cast justru terlihat sibuk memikirkan dialog bahasa inggris dibanding memainkan ekspresi dengan maksimal.

Film: Postcards from The Zoo/Kebun Binatang (2012), dalam Bulan Film Nasional 2012 Taman Ismail Marzuki Jakarta


Director: Edwin
Producer: Meiske Taurisia, Kemal Arsjad
Cast: Ladya Cheril, Nicholas Saputra, Jerapah, Macan, Kuda Nil, Gajah



 
Sinopsis:
Lana (Ladya Cheril) sejak kecil/balita ditinggal di kebun binatang Ragunan oleh orang tuanya. Lana besar bersama para binatang, petugas kebun binatang dan para tuna wisma di kebun binatang Ragunan. Lana sprti hidup pada dunia yg berbeda. Kedekatannya bersama para binatang adalah kegiatannya sehari-hari. Sahabat terdekatnya adalah Jera, seekor Jerapah. Salah satu obsesi Lana adalah memegang perut jerapah. Sampai suatu hari dia bertemu seorang Pesulap koboi (Nicholas Saputra).
Lana merasakan hal yang berbeda ketika bertemu dgn pesulap tersebut, dia kagum dan mau menuruti permintaan pesulap tersebut. Dia pergi dari kebun binatang Ragunan dan ikut si pesulap keliling kota. Lana menjadi asisten pesulap tersebut. Mereka kemudian bekerja di Planet Spa untuk menghibur para pengunjung. Pesulap tersebut kemudian menghilang. Lana beralih menjadi pemijat di Planet Spa tersebut. Akan tetapi Lana merasa dunianya bukan di Planet Spa, melainkan kebun binatang dan bersama para binatang yg selalu dia rindukan.

Film: Cache / Hidden (2005, France), Pertanyaan yang Tak Terjawab?


Director: Michael Haneke
Screenplay: Michael Haneke
Country: France
Casts: Juliette Binoche, Daniel Auteuil, Maurice Benichou


 

Review:
 
1. Teror Videotape
Awalnya saya mengira Cache (Hidden) ini adalah film thriller massal yang memakan banyak korban. Ternyata dugaan saya salah. Cache menurut saya adalah film drama suspense dengan teka-teki yang sangat susah dijawab oleh penontonnya. Saya sadar betul film ini memiliki alur yang lambat dan berpotensi membosankan. Namun premis yang dihadirkan dari awal film cukup menjanjikan, yaitu adegan long take di depan rumah yang ternyata bagian dari teror videotape. Opening yang unik ini menurut saya menuntut kesabaran penonton. Rasa penasaran atas teka-teki film ini membuat saya bertahan menonton Cache selambat apapun alurnya. Banyak adegan dengan long-take sekitar 1 menit atau lebih. George, seorang suami dari Anne dan seorang ayah dari Pierrot, belakangan terus menerus diteror oleh sebuah videotape yang ditemukan di depan rumahnya. Video tersebut berisi keadaan rumah George dan keluarganya. Video ini seperti mengintai keseharian George beserta keluarganya. Istri George yang resah dan ketakutan akan nasib keluarganya, terutama nasib anaknya, meminta bantuan Polisi, tapi Polisi menyimpulkan bahwa video tersebut tidak memuat ancaman sehingga laporan keluarga George ini tidak diproses lebih lanjut. Selanjutnya Haneke menggiring penonton untuk memasuki labirin penuh pertanyaan dan teka-teki, sekaligus menjebak penonton sehingga sulit untuk keluar dari labirin tersebut. Tricky!

Film: Mata Tertutup/The Blindfold (Sutr. Garin Nugroho, 2011), Lantang dan Berani Dalam Menyoal NII


Director: Garin Nugroho
Producer: Garin Nugroho, Fajar Riza Ul Haq, Asaf Antariksa, Endang Tirtana
Cast: Jajang C. Noer, Eka Nusa Pertiwi, M. Dinu Imansyah

 
 
 
 
Film Mata Tertutup merupakan film produksi SET Film dan Maarif Production yang disutradarai Garin Nugroho dan menjadi salah satu film yang ditayangkan dalam World Premiere International Film Festival Rotterdam pada Januari 2012. Film Mata Tertutup rilis untuk umum pada tanggal 15 Maret 2012 "hanya" di 20 bioskop di Indonesia karena filmnya berformat digital, dan belum semua bioskop yang memiliki alat pemutarnya. Film ini sempat bermasalah pada hari pertama pemutarannya yang harus dihentikan karena belum selesainya permasalahan administrasi di Lembaga Sensor Film (LSF).

 
Sinopsis:
Film dibuka dengan dengan adegan perekrutan anggota baru NII, yaitu Rima, seorang mahasiswi idealis yang aktif dalam berorganisasi. Dalam kebimbangannya, Dia mencari organisasi yang dapat menampung aspirasinya dalam melawan ketidakberpihakan dan ketidakadilan pada kaum perempuan. Sementara Asimah, seorang ibu asal Minang yang sangat gelisah menerima kenyataan bahwa putri tercintanya, Aini menghilang dari rumah dan dikabarkan ikut dalam organisasi NII. Sedangkan Jabir, seorang pemuda yang terhimpit kondisi ekonomi, mengharuskannya meninggalkan pesantren karena sudah tidak mampu membayar SPP. Jabir yang bertemu seorang pedagang buku agama yang juga aktif dalam suatu kelompok pengajian yang kemudian mengajak Jabir untuk ikut dalam pengajiannya. Jabir memutuskan untuk berjihad dengan melakukan bom bunuh diri untuk memuliakan ibunya.

Film: Babi Buta yang Ingin Terbang/Blind Pig Who Wants to Fly (2008), Dari Krisis Identitas Hingga Diskriminasi


Director: Edwin
Cast: Ladya Cheril, Pong Hardjatmo, Joko Anwar, Andhara Early
Year: 2008
Awards/Nomination:
- Rotterdam International Film Festival 2009 (Fipresci Prize)
- Singapore International Film Festival 2009 (Fipresci/Netpac Award)
- Pusan International Film Festival 2008 (Nominated New Currents Award)
- Nantes Three Continets Festival 2009 (Young Audience Award)
- Jakarta International Film Festival 2009 (Best Director)




Babi Buta yang Ingin Terbang telah beberapa kali mendapatkan pengakuan internasional (melalui sepak terjangnya pada beberapa International Film Festival). Film ini merupakan film feature panjang pertama dari Edwin. Sebelumnya Edwin sering mengerjakan film pendek, seperti Kara Anak Sebatang Pohon yang pernah ditayangkan di Cannes Film Festival. Babi Buta yang Ingin Terbang belum pernah tayang di bioskop secara umum, belum rilis DVD dan belum pernah masuk Lembaga Sensor Film (LSF).

Sinopsis:
Pada dasarnya film Babi Buta yang Ingin Terbang ini film yg personal, trutama bagi sutradaranya yang merupakan keturunan Cina. Intinya film Babi Buta yang Ingin Terbang ini bercerita tentang krisis identitas dan diskriminasi keturunan Cina di Indonesia. Awal film ini dibuka dgn adegan kejuaraan bulutangkis putri antara Indonesia melawan China, kemudian seorang penonton anak2 bertanya, "Yang Indonesia yang mana?", pertanyaan tersebut mengawali kepingan2/puzzle cerita ttg krisis identitas dalam film ini. Kepingan2 cerita tersebut dibawakan oleh beberapa karakter dengan sisi kelam masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain.