Wednesday, September 19, 2012

Film: THE HUNGER GAMES (2012), Children Killing Children, Thrilling!


Director: Gary Ross
Production/Studio: Lionsgate, Color Force
Writer: Gary Ross, Suzanne Collins, Billy Ray
Casts: Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Lenny Kravitz




Review:

1. Dari District 12 hingga The Capitol

Entah kenapa saya lebih terdorong untuk nonton The Hunger Games dibanding Hugo yang menang bnyk Oscar itu. Sama-sama film fantasi, menurut saya The Hunger Games lebih berpotensi menarik banyak penonton. Salah satu faktornya, The Hunger Games diadaptasi dari novel terlaris karya Suzanne Collins. Awal film dibuka dengan kondisi North America di masa yang akan datang, yang berubah menjadi negara Panem. Panem terdiri dari 13 District, namun District 13 telah punah. Diantara semua Districts, District 12 adalah yang paling miskin. Tingkat kesejahteraannya berada dibawah District lain. Puluhan tahun silam, district-district ini melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap pemerintah pusat, The Capitol. Namun districts tetap tidak berdaya dibawah kekuasaan The Capitol. Untuk menjaga "stabilitas" negara dan sebagai hukuman atas pemberontakan Districts tersebut, The Capitol mengadakan even tahunan yang bernama The Hunger Games, dimana setiap district dipilih 1 remaja putra dan 1 remaja putri berumur 12-18 tahun untuk bertahan hidup di sebuah arena survival dan hanya akan menyisakan 1 orang sebagai pemenang. District pemenang The Hunger Games akan mendapatkan penghargaan dan hadiah dari The Capitol.


2. Tributes: Children Killing Children
Perwakilan setiap District dalam The Hunger Games disebut Tribute. 24 remaja sebagai Tributes akan mempertaruhkan nyawanya dalam permainan ini. Pengenalan karakter utama dan pendukung dalam film ini bisa dibilang cukup lama, mungkin bagi sebagian penonton akan menjenuhkan/boring. Namun Gary Ross tetap mampu menjaga intensitas cerita dan emosi film sampai ending. Katniss Everdeen, seorang remaja putri berumur 16 tahun merelakan dirinya untuk menjadi Tribute dari District 12 demi menggantikan adiknya Primrose Everdeen yang terpilih dalan undian pemilihan Tribute. Katniss harus meninggalkan Districts 12, keluarga dan kekasihnya Gale, untuk menuju arena The Hunger Games. Perwakilan lain dari District 12 adalah Peeta Mellark yang diam-diam mencintai Katniss. Katniss dan Peeta didampingi mentor dan penata gaya sebelum berlaga di The Hunger Games. Layaknya talent show di televisi, The Hunger Games juga dipandu seorang host yg memperkenalkan para Tributes dan disiarkan di televisi. Setelah melakukan berbagai latihan, para Tributes dilepas di hutan. Perbekalan sudah tersedia di arena dan mereka harus berebut. Seperti premis yg ditawarkan, untuk bertahan dan menjadi satu-satunya pemenang para remaja ini saling membunuh satu sama lain. Beruntung bagi yang dapat mengambil perbekalan dan segera berlindung dihutan.


3. The wild version of Survivor and Big Brother
Bagi yang pernah nonton reality show seperti Survivor atau Big Brother, mungkin film The Hunger Games akan sedikit mengingatkan kita pada reality show tersebut. Namun yang The Hunger Games lebih liar. Segala kegiatan para Tributes diawasi oleh kamera yang tersebar diberbagai penjuru hutan. Para Tributes ternyata ada yang membentuk sekutu/geng untuk menjaga eksistensi mereka. Sekutu terkuat dipimpin oleh Cato. Sebagai taktik, Peeta memilih bergabung dengan Cato dan meninggalkan Katniss. Katniss berteman denga Rue dari District lain untuk memperkuat pertahanan. Mirip dengan apa yang disajikan Big Brother dan Survivor. Dengan keahliannya memanah, Katniss mampu bertahan di arena The Hunger Games. Kematian Rue, sahabat Katniss ternyata mampu menciptakan emosi tersendiri. Akting Katniss yang diperankan oleh Jennifer Lawrence (nomine Best Actress Oscar 2011 dalam film Winters Bone) paling mencuri perhatian. Sebagai protagonis dia terlihat tidak lemah dan cerdas.


4. Unsur politis dan sindiran halus bagi Reality Show
Banyak hal dalam film fiksi fantasi ini yang dapat ditarik dalam kehidupan nyata. Seperti otokrasi pemerintah pusat yang sering mengorbankan rakyat kecil, ketidakadilan pemerintah, pemerataan kesejahteraan hingga menjamurnya acara reality show di televisi. Dalam film ini juga dibahas, sebagai acara televisi yang diharapkan mempunyai ikatan emosi yang kuat dengan penonton, panitia The Hunger Games handal dalam merekayasa dan mendramatisir keadaan para Tibutes. Tujuannya jelas untuk mendapatkan rating tinggi dan sponsor. Salah satu hal yang menarik yang bisa saya tangkap dari film ini dalah sindiran halus bagi reality show. Panitia menciptakan segala serangan untuk Tributes dan juga menyediakan/mengirimkan bekal atau obat jika mereka membutuhkan.


5. And the romance continues..
Film The Hunger Games memiliki rate PG-13, remaja menjadi target utama produser film. Jika mengharapkan kesadisan seperti apa yang ditawarkan The Raid mungkin hal tersebut tidak terwujud. Adegan saling bunuh dihutan cukup aman, tidak sadis. Menjelang akhir film, dominasi nuansa romantis ditunjukkan Katniss dan Peeta yang mulai saling mencintai dan bergabung untuk menjatuhkan Cato. Katniss dan Peeta saling membutuhkan. Panitia The Hunger Games bisa membaca keadaan ini, dan mereka mendramatisir acara The Hunger Games. Peraturan pemenang tiba-tiba diralat, menjadi 2 orang pemenang dari District yang sama. Dan ending klise pun terjadi.. Mgkin kisah cinta segitiga antara Peeta-Katniss-Gale ini yang akan menjadi bagian dari sekuel kelanjutan The Hunger Games. Sekuel The Hunger Games, Cathcing Fire dan Mockingjay.


Cinemovie-Rate: 8/10


Note:
Saya belum baca novelnya dan saya belum nonton Battle Royale.

No comments:

Post a Comment

Share Your Words: