Tuesday, September 18, 2012

Film: LEWAT DJAM MALAM (1954), Mari Kembali ke Masa Lampau Sinema Klasik Indonesia



Sutradara: Usmar Ismail
Produser: Usmar Ismail, Djamaluddin Malik
Penulis: Asrul Sani
Pemeran: AN Alcaff, Netty Herawati, Dhalia, Bambang Hermanto, Rd. Ismail, Awaludin, Titien Sumarni, Aedy Moward, Astaman



 
 
Review:

1. Hasil Restorasi
Lewat Djam Malam adalah film klasik Indonesia karya terbaik Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail, yang diproduksi pada tahun 1954 dan berhasil "diselamatkan" melalui upaya restorasi film yang dilakukan di L'Immagine Ritrovata di Italia selama kurang lebih 2 tahun (2010-2012). Restorasi ini diprakarsai oleh National Museum of Singapore dan Wolrd Cinema Foundation (milik Martin Scorsese) bekerjasama dengan Sinematek, Yayasan Konfiden dan DKJ Kineforum. Film-film Indonesia selama ini diarsipkan di Sinematek. Sebagian besar kondisi rol film dalam keadaan rusak parah. Salah satunya Lewat Djam Malam yang kemudian dengan segala pertimbangan dipilih oleh kritikus senior JB Kristanto untuk direstorasi. JB Kristanto beropini bahwa Lewat Djam Malam adalah salah satu film Indonesia terbaik yang pernah Beliau tonton. Film Indonesia peraih Film Terbaik dalam FFI pertama kali yang digelar pada tahun 1955 ini dinilai masih memiliki relevansi dan unsur kekinian yang tak lekang oleh jaman jika ditayangkan untuk generasi sekarang.


2. Jam Malam
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, situasi nasional masih mencekam. Ancaman Agresi Militer Belanda masih membayangi. Revolusi fisik terjadi. Banyak pemuda yang direkrut menjadi pejuang. Salah satunya Iskandar, seorang mantan pejuang yang memutuskan kembali ke Bandung, ke rumah Norma tunangannya. Tahun 1949 di Bandung sedang diberlakukan peraturan jam malam. Demi alasan keamanan, warga tidak diperkenankan keluar rumah lebih dari jam 22.00 malam. Para tentara selalu melakukan patroli di malam hari. Warga yang melanggar aturan jam malam ditangkap dan diinterogasi. Warga yang lari dan tidak mau ditangkap serta diinterogasi akan ditembak. Bagi Iskandar, beradaptasi dengan lingkungan baru ternyata tidaklah mudah. Iskandar mencoba bekerja di kantor pemerintah namun justru berselisih dengan teman-teman kantornya. Dia mencoba mengunjungi sahabat-sahabat mantan pejuang yaitu Gafar, Gunawan dan Puja. Namun dia mendapati sahabat-sahabatnya tersebut telah berubah.


3. Revolusi
Film ini memiliki tema besar, yaitu revolusi beserta pengaruhnya. Begitu banyak pertanyaan muncul, apakah sebenarnya negara kita sudah benar-benar merdeka. Iskandar ragu, apakah orang-orang yang dulu telah dibunuhnya itu adalah mata-mata penjajah atau warga yang tidak bersalah. Dia hanya mengikuti perintah dari Komandannya, Gafar. Kegelisahan Iskandar begitu dominan dalam film ini. Betapa kemerdekaan yang dulu susah payah diperjuangkan oleh para pejuang ternyata masih belum dapat "memerdekaan" rakyat kecil. Kaum Borjuis semakin kaya, rakyat kecil masih menderita. Iskandar memilih tidak mengikuti pesta yang diadakan Norma untuk menyambut kedatangannya. Malam hari disaat pesta menyambut kedatangannya tersebut, Iskandar memilih keluar rumah dan membalas dendam kepada Gafar yang ternyata telah merampas harta-benda warga yang dulu dibunuh Iskandar. Namun dia melanggar peraturan jam malam. Karakter pelacur bernama Laila juga menjadi scene-stealer. Dia menunjukkan bahwa berharap dan bermimpi bisa membuatnya semakin kuat.


4. Elemen Masa Lampau
Menonton Lewat Djam Malam, kita seperti memasuki lorong waktu yang membawa penonton kembali ke masa lampau. Banyak elemen masa lampau di film ini yang mungkin akan membuat penonton bosan atau justru tertawa. Ya begitulah ekspresi penonton generasi tahun 2012 ketika disuguhkan film yang diproduksi sineas generasi tahun 1954. Perhatikan penggunaan dialog Bahasa Indonesia yang masih baku dan bahkan beberapa kata terdengar seperti bahasa Melayu. Adegan pesta juga demikian klasik diiringi lagu Potong Bebek Angsa dan Rasa Sayange. Namun pakaian yang dikenakan para karakter di kala itu sudah cukup modis. Scoring musik terdengar jadul. Editing kurang rapi. Gambar hitam-putih tersebut tidak dapat 100% diselamatkan, ada beberapa adegan yang gambarnya tidak terang. Akting para aktor dan aktris cenderung teatrikal. Sungguh, betapa film ini jauh dari kata komersil namun memiliki tema besar. Pengalaman sinematik yang unik saya dapatkan ketika menonton film klasik Indonesia berjudul Lewat Djam Malam ini. This is a truly masterpiece!



Cinemovie-Rate: 9/10



Note:
Film peraih sejumlah penghargaan pada FFI 1955 dengan judul internasional "After The Curfew" ini diputar di sesi Cannes Classic pada Cannes Film Festival 2012 di Cannes, Prancis pada bulan Mei 2012 dan ditonton oleh sineas-sineas Internasional, salah satunya Alexander Payne. Mulai 21 Juni 2012, Lewat Djam Malam ditayangkan keliling beberapa kota di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Share Your Words: