Tuesday, September 18, 2012

Film: Negeri 5 Menara (2012), Semangat Man Jadda Wa Jada bagi Sahibul Menara



Sutradara: 
Affandi A. Rahman
 
Produksi: 
KG Production
 
Casts: 
Gazza Z, Ikang Fawzi, Donny Alamsyah, Lulu Tobing, David Chalik, Sakurta Ginting

 



Review:
 
1. Adaptasi Novel Bestseller
 
Suatu hal yg lumrah jika kemudian film Negeri 5 Menara dibandingkan dengan film Laskar Pelangi. Dua-duanya diadaptasi dari novel bestseller dan bercerita tentang anak-anak yang ingin meraih mimpinya setinggi mungkin. Masih seputar persahabatan, nilai-nilai dalam keluarga, pendidikan dan mimpi, Negeri 5 Menara menurut saya tampil lebih ringan dibanding Laskar Pelangi. Alif, seorang remaja asal Minang mempunyai keinginan untuk melanjutkan SMA dan perguruan tinggi di Bandung. Dia ingin sekali masuk ITB. Namun amak dan ayah Alif menginginkann Alif untuk melanjutkan pendidikan di sebuah pondok pesantren di Ponorogo, Jawa Timur. Melalui pendekatan dari ayahnya, Alif kemudian menuruti keinginan orang tuanya dan berusaha melupakan mimpinya kuliah di ITB. Melalui penggambaran adegan transaksi jual beli ternak dan jabat tangan didalam sarung, Sang ayah menasehati Alif, bahwa jangan melihat luarnya saja, jalani dulu.

 

2. Penyajian Konflik
 
Konflik batin Alif ini sebenarnya bisa dijadikan konflik utama dalam film ini. Namun film ini berkembang justru dengan hal-hal ringan seputar kehidupan sehari-hari dan persahabatan di pesantren Madani. Tidak ada yang salah dengan pengembangan cerita ini. Wajar, novel setebal itu dirangkum dalam film berdurasi 120 menit bukan hal yang mudah. Sehingga Kedalaman konflik film Negara 5 Menara kurang tergali. Kehidupan Alif di Pesantren memang berat di tahun pertama. Kebimbangan atas pilihan orang tuanya masih membayangi kesehariannya. Namun hal tersebut dapat terobati oleh persahabatannya dengan para Sahibul Menara yaitu Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja dari Medan, Said dari Surabaya dan Dulmadjid dari Madura. Perbedaan diantara mereka menjadikan film ini menarik untuk diikuti. Dialek masing-masing daerah yang diucapkan para karakter terlihat pas.

 

3. Pesantren Madani
 
Pesantren di film ini digambarkan dengan menyenangkan. Adegan-adegan persahabatan sahibul menara kerap mengundang tawa penonton. Mulai dari hukuman bagi para santri yang terlambat, lomba pidato bahasa inggris, ketertarikan Alif kepada keponakan Kyai, partisipasi Alif dalam pers, nonton bareng pertandingan badminton, hingga pergelaran seni disajikan dengan sentuhan komedi yang menghibur. Emosi yang ditampilkan para aktor-aktor remaja ini mampu memberi nyawa tersendiri dalam karakter mereka. Terlebih momen disaat salah satu sahibul menara, yaitu Baso harus meninggalkan pesantren dan kembali ke Gowa bisa ditampilkan para aktor-aktor baru ini dengan natural dan tidak berlebihan.

 

4. Man Jadda Wa Jada
 
Mantra Man Jadda Wa Jada yang disampaikan oleh seorang ustadz di pesantren Madani ini menjadi penyemangat para Sahibul Menara. Bahwa jika ingin sukses, kita harus bersungguh-sungguh. Kebersamaan dan kesungguhan para Sahibul Menara ini yang membuat Alif memutuskan untuk tetap melanjutkan pendidikan di pesantren dan mengurungkan niatnya untuk bersekolah di Bandung. Ending yang disajikan mungkin terkesan terburu-buru dan tiba-tiba. Namun mnurut saya wajar krn keterbatasan durasi. Ya, Negeri 5 Menara memang bukan pencapaian yang istimewa, namun menarik untuk diikuti. Ceritanya yg ringan dan membumi serta pesan yang disampaikan menjadikan film ini menarik untuk diikuti. Bahwa kesuksesan tidak datang secara tiba-tiba, perlu kesungguhan untuk meraihnya. Kesuksesan tidak diraih sendiri tp karena kebersamaan.

 

Cinemovie-Rate: 7,5/10

No comments:

Post a Comment

Share Your Words: