Friday, September 28, 2012

Film: Opera Jawa (2006), Perpaduan Berbagai Seni dalam Sebuah Film Penuh Metafora


Sutradara: Garin Nugroho
Penulis: Garin Nugroho, Armantono
Pemeran: Artika Sari Devi, Eko Supriyanto, Martinus Miroto 




 
Review:

1. Kombinasi: Seni, Tata Artistik, Teatrikal, Tembang Jawa
Sangat artistik dan teatrikal, itu pertama kali kesimpulan saya setelah menonton Opera Jawa. Film Opera Jawa boleh dibilang sebagai adaptasi bebas dan modern dari kisah Mahabarata (Rama, Shinta dan Rahwana) yang diaplikasikan oleh Garin Nugroho ke masa sekarang dengan tampilan yang sangat Indonesia. Perpaduan berbagai seni dalam film Opera Jawa sebenernya berisiko, tiap seni punya medianya tersendiri, sehingga untuk menggabungkannya perlu ketelitian dan pemahaman yg mumpuni. Setidaknya Opera Jawa melakukannya dengan cukup baik. Teatrikal, seni musik (tembang jawa & gamelan), seni tari, seni rupa menyatu dalam film Opera Jawa. Walaupun saya pribadi berasal dari Jawa, ternyata menonton Opera Jawa saya sangat perlu bantuan subtitle Bahasa Indonesia. Semua dialog ditampilkan dalam nyanyian tembang jawa (bahasa jawa halus) penuh metafora lengkap dengan tarian serta gerakan simbolis.

Film: The Artist, Sebuah Film yang Sangat Berani Tampil Beda


Sutradara: Michel Hazanavicius
Penulis: Michel Hazanavicius
Pemeran: Jean Dujardin, Berenice Bejo

 


Review:

1. Kemasan Klasik
Menonton film The Artist benar-benar menguji kesabaran. Bukan karena jelek tapi mungkin karena terlalu klasik dan artistik/"nyeni". Sebenarnya premis yang dihadirkan tidaklah berat, namun kemasan film yang menjadikannya berat. Tampilan klasik berwarna hitam putih menjadi bahan utama sepanjang durasi film, tidak hanya sampai disitu, film The Artist juga dikemas sebagai film bisu tanpa dialog. Alurnya standar; setting tahun 1927-1939 tentang artis pria senior yang pamornya mulai turun dan diganti anak didiknya yang menjadi sangat terkenal. Sang artis menolak menyesuaikan diri dengan perubahan dunia perfilman di Hollywood dari silent movies menuju film yang berbicara.
 

Film: cin(T)a, Pemenang Skenario Asli Terbaik FFI 2009


Sutradara: Sammaria Simanjuntak
Penulis: Sally Anom Sari, Sammaria Simanjuntak
Pemeran: Sunny Soon, Saira Jihan



Review:

1. Berani dan Lugas
Menonton cin(T)a adalah pengalaman sinematik yang mengesankan, bukan karena capaian teknis yang tinggi, melainkan karena kekuatan dialog yang lugas dan brilian. cin(T)a adalah sebuah pencapaian yang berani dalam bertutur dan tegas dalam bersikap. Namun disisi lain punya banyak pertanyaan layaknya curahan hati sang pembuat film. cin(T)a sepertinya memang curahan hati, diperjelas dengan adanya pasangan "beda" yang tampil di sela-sela scene film. Tentang akting para cast memang tidak spesial, beruntung mereka tertolong cerita dan dialog yg luar biasa.

Thursday, September 27, 2012

33 Film Indonesia Terpenting Dekade 2000-2009 Versi RumahFilm.Org

Berikut ini adalah film-film Indonesia Terpenting Dekade 2000-2009 pilihan redaktur Rumah Film:

1. Opera Jawa (Garin Nugroho – 2006)


 
2. Kantata Takwa (Gotot Prakosa dan Eros Djarot – 2008)


 
3. Teak Leaves at the Temple (Garin Nugroho – 2008)


 
4. The Rainmaker (Impian Kemarau) (Ravi Bharwani – 2004)



5. Eliana, Eliana (Riri Riza – 2002)



Monday, September 24, 2012

Film: Test Pack (2012), Negosiasi atas Konsepsi Individu


Sutradara: Monty Tiwa
Penulis Skenario: Adhitya Mulya
Pemeran: Acha Septriasa, Reza Rahardian, Renata Kusmanto, Gading Marten, Meriam Bellina

 


Review:
 
1. Definisi Ulang dari Pernikahan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ni·kah (n) memiliki arti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Sedangkan per·ni·kah·an (n) berarti hal (perbuatan) nikah. Pengikatan atau penyatuan dua kepribadian ini tentunya bukanlah hal yang mudah. Dalam membina rumah tangga pasti terdapat hambatan berupa konsepsi individu atau yang lebih dikenal dengan istilah "ego". Konsepsi berarti rancangan atau cita-cita yang telah ada dalam pikiran. Tiap manusia memiliki konsepsi individu yang berbeda dan cenderung untuk dapat mempertahankannya meskipun telah diikat dengan tali pernikahan. Tinggal bagaimana pasangan suami istri dapat bernegosiasi dengan ego masing-masing. Bagi Tata, rumah tangga belum lengkap tanpa kehadiran anak. Tata berpendapat bahwa sebuah pernikahan disebut bahagia jika sudah lengkap bersama sang buah hati. Ya, Tata bersikeras ingin membahagiakan suaminya Rahmat dengan memberikan anak. Namun bagi Rahmat, keberadaan Tata sudah melengkapi kehidupan Rahmat. 

Film: Rayya Cahaya Di Atas Cahaya (2012), Perjalanan Itu Berupa Kontemplasi Puitis


Sutradara: Viva Westi
Penulis Skenario: Emha Ainun Najib dan Viva Westi
Pemeran: Titi Sjuman, Tio Pakusadewo, Christine Hakim





Review:
 
1. Sarana Untuk Merenung
Seberapa jauh sebuah film dapat memberikan efek "merenung" bagi penontonnya? Mungkin Rayya Cahaya Di Atas Cahaya dapat menjadi salah satu jawabannya. Rayya meninggalkan jejak dan kesan yang dalam bagi penontonnya. Saya sangat menikmati bagaimana Viva Westi dan Emha Ainun Najib "berduet" mengemudikan kisah Rayya dan Arya dari Jakarta menuju Bali. Keindahan yang dibawa tidak hanya pada sinematografi yang membentangkan keindahan pesona alam, namun isi dialog yang disampaikan tampil penuh makna. Sebuah media renungan yang tepat bagi penonton. Rayya publik figur ternama yang sedang patah hati merencanakan suatu hal dalam perjalanan pembuatan foto dan bukunya. Arya seorang fotografer yang menemani Rayya dalam pembuatan foto dan buku Rayya ternyata juga menyimpan masalah pribadi yang masih dia pendam. Bedanya Rayya cenderung meluapkan amarahnya, sedangkan Arya lebih lihai dalam pengendalian diri. Rayya yang terlihat bercahaya di depan kamera, terlihat sangat rapuh sepanjang perjalanan. Keduanya terlihat nyaman ketika menjalani serangkaian pengalaman dalam perjalanan. Dari Rayya dan Arya, penonton diajak merenungi keikhlasan, dendam, kepercayaan, martabat dan pengendalian diri. Bahkan adegan jenaka yang sengaja diselipkan di tengah-tengah film juga patut kita renungi. Sesuatu yang kiranya sepele bagi kita, ternyata bisa menjadi hal yang serius dan berharga pada orang lain. Rayya yang tampak bercahaya, ternyata rapuh dan menyimpan gelap. Film ini menekankan pada studi karakter manusia melalui renungan-renungan yang ditimbulkannya.

Film: 4 Luni, 3 Saptamani si 2 Zile / 4 Months, 3 Weeks, and 2 Days (2007, Romania), Hitam-Pahit Moralitas


Director: Cristian Mungiu
Writer: Cristian Mungiu
DOP & Producer: Oleg Mutu
Casts: Anamaria Marinca, Laura Vasiliu, Vlad Ivanov
Country: Romania
 
 
 
Review:
 
1. Hitam-Pahit Krisis Moral
Rumania, 1987. Moral dipertaruhkan. Ibarat pekatnya kopi tanpa gula, 4 Months tidak hendak menyajikan suatu hal yang manis. Apa yang disajikan Cristian Mungiu adalah sebuah realita kelam yang sangat pahit pada masa Komunis berjaya di Rumania. Gabita, seorang pelajar yang hamil di luar nikah hendak menggugurkan kandungannya. Otilia, teman asrama Gabita dengan suka rela membantu Gabita dalam praktik aborsi ilegal termasuk meminta uang kepada Adi, kekasihnya untuk tambahan biaya aborsi Gabita. Disinilah rentetan peristiwa tak terduga dialami oleh Otilia dan Gabita. Mereka berdua harus bergulat dengan batin dan nurani mereka. Sekali lagi, penyelesaian yang mereka tempuh ini sudah menggadaikan moralitas, sekaligus meninggalkannya jauh di belakang.

Film: PERAHU KERTAS (2012, Sutr. Hanung Bramantyo), Rasa Teenlit Kaya Karakter


Sutradara: Hanung Bramantyo
Produksi: Starvision, Mizan Production, Dapur Film (Adaptasi dari novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari)
Pemeran: Maudy Ayunda, Adipati Dolken, Reza Rahardian, Sylvia Fully, Elyzia M, Ira Wibowo, Tio Pakusadewo



Review:

1. Ringan, Segar dan Cepat
Ketika novel Perahu Kertas diperkenalkan sebagai sebuah karya sastra dari Dewi Lestari, banyak penggemar Dewi Lestari yang berpendapat bahwa Perahu Kertas adalah karya Dewi Lestari yang "ringan". Beberapa ekspektasi tinggi muncul ketika ada kabar bahwa adaptasi novel Perahu Kertas ke dalam film layar lebar dikerjakan oleh sutradara kawakan Hanung Bramantyo. Mengambil plot seputar kisah cinta muda-mudi dan obsesinya, Perahu Kertas bertutur dengan segar dan alurnya mengalir ringan walaupun banyak karakter yang terlibat dalam film ini. Namun alur yang dibangun pada film bagian pertama ini terkesan begitu cepat. Karakter-karakter bermunculan dan layer konflik pun semakin menumpuk. Hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: emosi karakter yang naik turun dan tidak sepenuhnya tuntas karena terbatasnya durasi serta pembagian sub-plot karakter-karakter pendukung, pergantian scene yang terkadang tidak runut titik sambungnya dan setting tempat yang berganti dengan cepat. Rasanya kemasan Perahu Kertas ini "bercorak" teenlit, namun bukan sembarang teenlit yang mudah ditebak. Perahu Kertas tampil lebih kompleks dibanding teenlit pada umumnya.

Film: The Amazing Spiderman 3D (2012), The Amazing "Drama"?


Director: Marc Webb
Studio: Marvel Entertainment, Laura Ziskin Productions
Distributor: Columbia Pictures
Screenplay: James Vanderbilt, Alvin Sargent, Steve Kloves
Casts: Andrew Garfield, Emma Stone, Rhys Ifans, Denis Leary, Campbell Scott, Irrfan Khan, Martin Sheen, Sally Field, Chris Zylka

 


Review:
 
1. Amazing Drama?
Too much drama? Yes, that's right. Namun bukan tanpa alasan ketika Marc Webb mencoba menjabarkan plot reboot franchise Spiderman berjudul The Amazing Spiderman ini. Versi yang ini seperti mengulang plot terdahulu namun dilengkapi dengan untold story yang sebelumnya belum dibahas dalam franchise Spiderman. Hasilnya bagian drama The Amazing Spiderman begitu dominan demi membangun karakter Peter Parker dan orang-orang di sekelilingnya. Bagian aksi yang menjadi korban. Beruntung efek 3D cukup mengobati kurangnya aksi ini. Spiderman kali ini memang berbeda karena kabarnya The Amazing Spiderman lebih setia pada komik. Karakter Peter Parker lebih 'gaul'. Adegan Spiderman membawa tas ransel dan handphone ketika beraksi juga jadi nilai hiburan tersendiri. Tidak ada Mary Jane, yang ada adalah Gwen Stacy.

Film: A Separation/Jodai-e Nader az Simin (Iran/2011), Film dgn skor 99 / 100 dr kritikus Rottentomatoes dan 95 / 100 dr Metascore, PERFECT!!


Director : Asghar Farhadi
Producer : Asghar Farhadi
Writter : Asghar Farhadi
Cast : Leila Hatami, Peyman Moaadi, Shahab Hosseini, Sareh Bayat, Sarina Farhadi, Ali-Asghar Shahbazi, Shirin Yazdanbakhsh, Kimia Hosseini, Merila Zarei
Music : Sattar Oraki
Cinematograper : Mahmoud Kalari
Editor : Hayedeh Safiyari
Distributor : Sony Pictures Classics
Running time : 123 minutes
Country : Iran
Language : Persian

Skor
IMDB: 8.6/10 
Metascore: 95/100 
Rottentomatoes: 99% / 100%

Film A Separation telah mengantongi lebih dari 40 awards dari berbagai Festival Film International. Kelompok Kritikus Film ternama di Hollywood, Rottentomatoes memberikan penilaian yang sangat tinggi untuk Film A Separation, 99 dari total skor 100. Sempurna!
Awalnya bertanya2, "Film dengan skor 99%?". Penasaran bgt, langsung deh menuju beberapa link donlot yg masih aktif, hehe..
Film A Separation telah berhasil mendapatkan lebih dari 40 awards dari berbagai Festival Film International. Kelompok Kritikus Film ternama di Hollywood, Rottentomatoes memberikan penilaian yang sangat tinggi untuk Film A Separation, yakni 99 dari total skor 100.  Sedangkan Metascore memberikan skor 95 dari total skor 100. Di IMDB, A Separation yang merupakan film dari negara Iran ini langsung masuk Top 100 Film All of Time. Sempurna!

Sinopsis:
Perceraian sepasang suami istri boleh jadi hal yang paling tidak diharapkan dalam kehidupan berumahtangga. Namun bagaimana jika perceraian itu harus terjadi? Apa saja dampaknya? Nampaknya Sutradara Iran, Asghar Farhadi mengemas A Separation jauh lebih kompleks dari penyebab perceraian itu sendiri. Adegan pembuka berupa sepasang suami istri yg sedang berdebat di pengadilan agama di depan hakim seolah menunjukkan pada penonton bakal banyak konflik yang terjadi. Masalahnya sederhana, Sang Istri, Simin mengajukan gugatan cerai karena suaminya, Nader tidak mau ikut pindah keluar negeri padahal visa sudah selesai dibuat. Nader beralasan bahwa dia tidak bisa meninggalkan ayahnya yang terkena penyakit AlZhaimer. Simin mengungkapkan bahwa keluarga mereka harus pindah keluar negeri agar masa depan anaknya lebih baik. Untuk sementara mereka berpisah, satu2nya putri mereka bernama Termeh ikut dengan ayahnya. Nader memutuskan mempekerjakan seorang pembantu, Razieh, untuk bekerja paruh waktu (dari pagi hingga sore) untuk merawat ayahnya yg terkena Alzhaimer.

Film: THE AVENGERS (2012), Ketika Para Superheroes "Berpesta"


Director: Josh Whedon
Production: Marvel Studios, Paramount Pictures
Writer: Joss Whedon, Zak Penn
Cast: Robert Downey Jr., Samuel L Jackson, Scarlett Johansson, Mark Ruffalo, Chris Evans, Chris Hemsworth, Jeremy Renner

 



Review:
 
1. Film Blockbuster raksasa Hollywood dan perdana IMAX komersil di Indonesia
Rasanya The Avenger boleh dibilang sebagai film superhero yang paling ditunggu tahun ini. Rilis secara interasional awal Mei 2012, Indonesia pun tak ketinggalan menampilkan aksi keroyokan para superhero ini. Bahkan saking latahnya, beberapa bioskop menayangkan The Avengers lebih dari 3 studio, sebut saja Plaza Senayan XXI yang langsung memutar The Avengers pada 6 STUDIO atau Ciputra World XXI Surabaya yang langsung memutarnya di 5 studio. Luar biasa antusias penikmat film. Bahkan salah satu terobosan terbaru jaringan 21 adalah IMAX yang merupakan Image Maximum, yaitu sebuah proyeksi film yang memiliki kemampuan gambar dengan ukuran dan resolusi yang lebih besar dari film konvensional lainnya. Standar layar IMAX adalah 22 meter lebar dan 16 meter panjang (72,6 x 52,8 kaki). Yang pasti tiket IMAX ini cukup mahal. Mungkin kepuasan nonton di studio IMAX ini yang luar biasa.

Film: RUMA MAIDA (2009), Sejarah atau Fiktif?


Sutradara: Teddy Soeriaatmadja
Penulis: Ayu Utami
Pemeran: Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Frans Tumbuan, Verdy Solaiman, Wulan Guritno, Nino Fernandez




Review:

1. Sejarah atau Fiktif?
Awalnya saya berpikir film Ruma Maida akan dikemas sebagai film sejarah yang banyak mengupas tentang Laksamana Maeda. Ternyata dugaan saya salah. Ruma Maida berisi plot maju mundur yang berganti-gantian dari rentang waktu 1928 hingga 1998. Waktu itu pada masa sebelum kemerdekaan, terdapat sosok tentara berdarah campuran bernama Ishak Pahing yang juga menjadi pelopor kelompok musik keroncong Pulau Tenggara yang konon ceritanya merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok yang diprakarsai Bung Karno. Kemudian setting waktu maju ke tahun 1998 yaitu pada masa reformasi. Maida, seorang mahasiswi idealis berusaha mempertahankan sebuah rumah tua untuk tempat belajar anak-anak jalanan. Rumah tua tersebut akan diambil alih oleh pemiliknya, Dasaad Muchlisin, dan akan diubah fungsi menjadi pusat pertokoan/bisnis dengan desain baru yg modern minimalis. Setting waktu mundur lagi pada jaman penjajahan Jepang, dimana seorang tentara mata-mata dari Jepang yang berpura-pura berprofesi sebagai fotografer menangkap Ishak Pahing dan menyiksanya. Sampai disini batas antara sejarah dan fiktif itu kabur. Susah dibedakan mana sejarah, mana fiktif.

Thursday, September 20, 2012

Film: Melancholia (2011), Official Selection & Best Actress Winner Cannes Film Festival 2011


Director: Lars von Trier
Writer: Lars von Trier
Cast: Kirsten Dunts, Charlotte Gainsbourg, Kiefer Sutherland

 
 
 
Review:

1. Prolog

Film Melancholia dibuka dengan kepingan-kepingan gambar penuh metafora dengan tampilan yg sangat lambat (slow motion) diiringi musik klasik selama kurang lebih 8 menit. Mozaik-mozaik ini adalah gambaran adegan-adegan yang akan dijabarkan dalam film melancholia. Dari openingnya saja kita sudah bisa tau film seperti apakah ini. Film-film Lars von Trier memang terkenal segmented dan tidak mudah disukai oleh penonton kebanyakan. Bahkan menurut saya, tema "depresi" yang dibawa Melancholia ini berpotensi menjenuhkan.

Film: The Tree of Life (2011), What is the Main Point?

Director: Terrence Mallick
Casts: Brad Pitt, Sean Penn, Jessica Chastain
 


Review:
Ya, saya sangat penasaran dengan film yang dibintangi Brad Pitt, Sean Penn dan Jessica Chastain ini sejak film ini memenangkan Film Terbaik Cannes tahun 2011. Walau menang Cannes, waktu menonton film ini saya berusaha tidak terpengaruh oleh pilihan juri Cannes. Memang pendapat saya sangat subjektif, tapi nyatanya saya kesulitan menemukan poin utama film ini. Apa yang hendak disampaikan tidak sepenuhnya dapat diterima penonton. Wajar jika ada kabar belasan penonton meninggalkan gedung bioskop ditengah-tengah film, mungkin karena kebosanan.

12 Kesan Saya tentang The Raid

Wednesday, September 19, 2012

5 Film Terburuk pada The 32nd Annual Golden Raspberry Awards


Worst Picture The 32nd Annual Golden Raspberry Awards (Razzie Awards):


    Bucky Larson: Born to Be a Star
 


    Jack & Jill

 
    New Year’s Eve


    Transformers: Dark of the Moon


    Twilight Saga: Breaking Dawn Part 1

Film: THE HUNGER GAMES (2012), Children Killing Children, Thrilling!


Director: Gary Ross
Production/Studio: Lionsgate, Color Force
Writer: Gary Ross, Suzanne Collins, Billy Ray
Casts: Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Lenny Kravitz




Review:

1. Dari District 12 hingga The Capitol

Entah kenapa saya lebih terdorong untuk nonton The Hunger Games dibanding Hugo yang menang bnyk Oscar itu. Sama-sama film fantasi, menurut saya The Hunger Games lebih berpotensi menarik banyak penonton. Salah satu faktornya, The Hunger Games diadaptasi dari novel terlaris karya Suzanne Collins. Awal film dibuka dengan kondisi North America di masa yang akan datang, yang berubah menjadi negara Panem. Panem terdiri dari 13 District, namun District 13 telah punah. Diantara semua Districts, District 12 adalah yang paling miskin. Tingkat kesejahteraannya berada dibawah District lain. Puluhan tahun silam, district-district ini melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap pemerintah pusat, The Capitol. Namun districts tetap tidak berdaya dibawah kekuasaan The Capitol. Untuk menjaga "stabilitas" negara dan sebagai hukuman atas pemberontakan Districts tersebut, The Capitol mengadakan even tahunan yang bernama The Hunger Games, dimana setiap district dipilih 1 remaja putra dan 1 remaja putri berumur 12-18 tahun untuk bertahan hidup di sebuah arena survival dan hanya akan menyisakan 1 orang sebagai pemenang. District pemenang The Hunger Games akan mendapatkan penghargaan dan hadiah dari The Capitol.

Film: MODUS ANOMALI (2012), Bermain Teka-teki Rumit Bersama Joko Anwar


Sutradara: Joko Anwar
Produser: Sheila Timothy
Penulis: Joko Anwar
Casts: Rio Dewanto, Hannah Al Rasyid, Marsha Timothy, Surya Saputra


 
 
Review:
 
1. Thriller terbaru Joko Anwar
Salah satu film lokal yang paling saya tunggu tahun ini adalah Modus Anomali karya Joko Anwar. Sejak trailernya beredar, Modus Anomali sudah menjadi perbincangan ramai di dunia maya. Setelah Kala dan Pintu Terlarang, nampaknya Joko Anwar ketagihan membuat film bergenre thriller. Lewat film keempatnya, Joko sekali lagi menunjukkan bahwa dia adalah salah satu sutradara terbaik di Indonesia. Premisnya sederhana, tentang keluarga yang diteror oleh pembunuh di tengah hutan. Tidak bisa dipungkiri, tata produksi film Modus Anomali sangat unggul. Setting hutan yang indah namun mencekam berhasil diciptakan Joko Anwar. Teknik kamera handheld mampu bekerja dengan baik menciptakan suasana ketegangan walaupun di awal film cukup membuat penonton pusing. Sound design film ini tidak berlebihan. Suasana keterasingan di dalam hutan semakin diperkuat dengan pilihan bahasa yang digunakan dalam film, seolah menunjukkan kejadian dalam film tidak terjadi di Indonesia. Namun terkadang para cast justru terlihat sibuk memikirkan dialog bahasa inggris dibanding memainkan ekspresi dengan maksimal.

Film: Postcards from The Zoo/Kebun Binatang (2012), dalam Bulan Film Nasional 2012 Taman Ismail Marzuki Jakarta


Director: Edwin
Producer: Meiske Taurisia, Kemal Arsjad
Cast: Ladya Cheril, Nicholas Saputra, Jerapah, Macan, Kuda Nil, Gajah



 
Sinopsis:
Lana (Ladya Cheril) sejak kecil/balita ditinggal di kebun binatang Ragunan oleh orang tuanya. Lana besar bersama para binatang, petugas kebun binatang dan para tuna wisma di kebun binatang Ragunan. Lana sprti hidup pada dunia yg berbeda. Kedekatannya bersama para binatang adalah kegiatannya sehari-hari. Sahabat terdekatnya adalah Jera, seekor Jerapah. Salah satu obsesi Lana adalah memegang perut jerapah. Sampai suatu hari dia bertemu seorang Pesulap koboi (Nicholas Saputra).
Lana merasakan hal yang berbeda ketika bertemu dgn pesulap tersebut, dia kagum dan mau menuruti permintaan pesulap tersebut. Dia pergi dari kebun binatang Ragunan dan ikut si pesulap keliling kota. Lana menjadi asisten pesulap tersebut. Mereka kemudian bekerja di Planet Spa untuk menghibur para pengunjung. Pesulap tersebut kemudian menghilang. Lana beralih menjadi pemijat di Planet Spa tersebut. Akan tetapi Lana merasa dunianya bukan di Planet Spa, melainkan kebun binatang dan bersama para binatang yg selalu dia rindukan.

Film: Cache / Hidden (2005, France), Pertanyaan yang Tak Terjawab?


Director: Michael Haneke
Screenplay: Michael Haneke
Country: France
Casts: Juliette Binoche, Daniel Auteuil, Maurice Benichou


 

Review:
 
1. Teror Videotape
Awalnya saya mengira Cache (Hidden) ini adalah film thriller massal yang memakan banyak korban. Ternyata dugaan saya salah. Cache menurut saya adalah film drama suspense dengan teka-teki yang sangat susah dijawab oleh penontonnya. Saya sadar betul film ini memiliki alur yang lambat dan berpotensi membosankan. Namun premis yang dihadirkan dari awal film cukup menjanjikan, yaitu adegan long take di depan rumah yang ternyata bagian dari teror videotape. Opening yang unik ini menurut saya menuntut kesabaran penonton. Rasa penasaran atas teka-teki film ini membuat saya bertahan menonton Cache selambat apapun alurnya. Banyak adegan dengan long-take sekitar 1 menit atau lebih. George, seorang suami dari Anne dan seorang ayah dari Pierrot, belakangan terus menerus diteror oleh sebuah videotape yang ditemukan di depan rumahnya. Video tersebut berisi keadaan rumah George dan keluarganya. Video ini seperti mengintai keseharian George beserta keluarganya. Istri George yang resah dan ketakutan akan nasib keluarganya, terutama nasib anaknya, meminta bantuan Polisi, tapi Polisi menyimpulkan bahwa video tersebut tidak memuat ancaman sehingga laporan keluarga George ini tidak diproses lebih lanjut. Selanjutnya Haneke menggiring penonton untuk memasuki labirin penuh pertanyaan dan teka-teki, sekaligus menjebak penonton sehingga sulit untuk keluar dari labirin tersebut. Tricky!

Film: Mata Tertutup/The Blindfold (Sutr. Garin Nugroho, 2011), Lantang dan Berani Dalam Menyoal NII


Director: Garin Nugroho
Producer: Garin Nugroho, Fajar Riza Ul Haq, Asaf Antariksa, Endang Tirtana
Cast: Jajang C. Noer, Eka Nusa Pertiwi, M. Dinu Imansyah

 
 
 
 
Film Mata Tertutup merupakan film produksi SET Film dan Maarif Production yang disutradarai Garin Nugroho dan menjadi salah satu film yang ditayangkan dalam World Premiere International Film Festival Rotterdam pada Januari 2012. Film Mata Tertutup rilis untuk umum pada tanggal 15 Maret 2012 "hanya" di 20 bioskop di Indonesia karena filmnya berformat digital, dan belum semua bioskop yang memiliki alat pemutarnya. Film ini sempat bermasalah pada hari pertama pemutarannya yang harus dihentikan karena belum selesainya permasalahan administrasi di Lembaga Sensor Film (LSF).

 
Sinopsis:
Film dibuka dengan dengan adegan perekrutan anggota baru NII, yaitu Rima, seorang mahasiswi idealis yang aktif dalam berorganisasi. Dalam kebimbangannya, Dia mencari organisasi yang dapat menampung aspirasinya dalam melawan ketidakberpihakan dan ketidakadilan pada kaum perempuan. Sementara Asimah, seorang ibu asal Minang yang sangat gelisah menerima kenyataan bahwa putri tercintanya, Aini menghilang dari rumah dan dikabarkan ikut dalam organisasi NII. Sedangkan Jabir, seorang pemuda yang terhimpit kondisi ekonomi, mengharuskannya meninggalkan pesantren karena sudah tidak mampu membayar SPP. Jabir yang bertemu seorang pedagang buku agama yang juga aktif dalam suatu kelompok pengajian yang kemudian mengajak Jabir untuk ikut dalam pengajiannya. Jabir memutuskan untuk berjihad dengan melakukan bom bunuh diri untuk memuliakan ibunya.

Film: Babi Buta yang Ingin Terbang/Blind Pig Who Wants to Fly (2008), Dari Krisis Identitas Hingga Diskriminasi


Director: Edwin
Cast: Ladya Cheril, Pong Hardjatmo, Joko Anwar, Andhara Early
Year: 2008
Awards/Nomination:
- Rotterdam International Film Festival 2009 (Fipresci Prize)
- Singapore International Film Festival 2009 (Fipresci/Netpac Award)
- Pusan International Film Festival 2008 (Nominated New Currents Award)
- Nantes Three Continets Festival 2009 (Young Audience Award)
- Jakarta International Film Festival 2009 (Best Director)




Babi Buta yang Ingin Terbang telah beberapa kali mendapatkan pengakuan internasional (melalui sepak terjangnya pada beberapa International Film Festival). Film ini merupakan film feature panjang pertama dari Edwin. Sebelumnya Edwin sering mengerjakan film pendek, seperti Kara Anak Sebatang Pohon yang pernah ditayangkan di Cannes Film Festival. Babi Buta yang Ingin Terbang belum pernah tayang di bioskop secara umum, belum rilis DVD dan belum pernah masuk Lembaga Sensor Film (LSF).

Sinopsis:
Pada dasarnya film Babi Buta yang Ingin Terbang ini film yg personal, trutama bagi sutradaranya yang merupakan keturunan Cina. Intinya film Babi Buta yang Ingin Terbang ini bercerita tentang krisis identitas dan diskriminasi keturunan Cina di Indonesia. Awal film ini dibuka dgn adegan kejuaraan bulutangkis putri antara Indonesia melawan China, kemudian seorang penonton anak2 bertanya, "Yang Indonesia yang mana?", pertanyaan tersebut mengawali kepingan2/puzzle cerita ttg krisis identitas dalam film ini. Kepingan2 cerita tersebut dibawakan oleh beberapa karakter dengan sisi kelam masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain.

Film: Malaikat Tanpa Sayap (2012), Kisah Cinta Klise Sepasang Remaja


Director: Rako Prijanto
Producer: Chand Parwez Servia
Cast: Maudy Ayunda, Adipati Dolken, Surya Saputra, Ikang Fawzi, Kinaryosih, Agus Kuncoro



 
 
Setelah absen menggarap film drama (sebelumnya Ungu Violet dan Merah Itu Cinta), Rako Prijanto kembali hadir dengan film drama terbarunya, Malaikat Tanpa Sayap. Lagu yang dipilih sebagai Soundtrack film ini adalah lagu ciptaan Dewi Lestari berjudul, Malaikat Juga Tahu.

 
Sinopsis:
Vino yang terhimpit keadaan ekonomi harus putus sekolah dan memutuskan untuk menjual organ tubuhnya untuk membiayai operasi adiknya. Disaat yang bersamaan dia bertemu dengan seorang gadis cantik bernama Mura, yang mempunyai penyakit jantung. Kisah percintaan klise pun terjadi, dilengkapi dengan berbagai adegan-adegan sedih dan permasalan internal keluarga masing-masing. Yang saya tangkap, twist ending yang disajikan justru terkesan dipaksakan (dirumit-rumitkan) dengan tujuan membingungkan penonton.

Film: AMBILKAN BULAN (2012), Tontonan Keluarga yang Berkualitas, Highly Reccommended!


Sutradara: Ifa Isfansyah
Produksi: Mizan Productions, Falcon Pictures
Penulis: Jujur Prananto
Pemeran: Lana Nitibaskara, Hemas Nata Negari, Landung Simatupang, Bramantyo Suryo Kusumo, Astri Nurdin, Agus Kuncoro, Marwoto



Review:

1. Nostalgia: Lagu Anak-anak Ciptaan A.T Mahmud
Seberapa penting anak-anak mendengarkan lagu-lagu yang sewajarnya sesuai usia mereka? Sangat penting jawabannya. Dan ketika Mizan Productions menggandeng Ifa Isfansyah dalam proyek film musikal anak-anak dengan aransemen ulang lagu anak-anak ciptaan A.T Mahmud, Ifa Isfansyah menjadikan momen ini untuk membuat karya alternatif hiburan yang luar biasa bagi anak-anak dan keluarga. Premisnya sederhana. Amelia seorang anak perempuan yang hidup di kota metropolitan dan tinggal di apartemen mewah merasa kesepian karena ayahnya baru saja meninggal dan ibunya terlalu sibuk dengan pekerjaan. Imajinasi tentang sang ayah beberapa kali hadir menemaninya. Hiburannya hanya facebook.

Film: PROMETHEUS (2012), Ekspedisi Pencarian Jati Diri Menuju Planet Asing

Director: Ridley Scott
Writer: Jon Spaihts, Damon Lindelof
Casts: Noomi Rapace, Michael Fassbender, Guy Perace, Charlize Theron

 

Review:
1. Filosofi
Ridley Scott memiliki track record yang baik dalam perfilman International. Sebut saja karyanya yang berjudul Gladiator dan Black Hawk Down yang mampu menunjukkan kualitas yang mengesankan. Prometheus nampaknya sedikit personal. Perjalanan ke planet asing dalam rangkaian ekspedisi para insinyur/ilmuwan ini tidak hanya mengungkap perjalanan manusia yang bertemu makhluk-makhluk aneh di planet lain dan berusaha untuk survive. Kali ini film science fiction Prometheus membawa filosofi yang cukup dalam. Para karakter tampak sibuk mencari jawaban siapa pencipta manusia dan makhluk-makhluk asing ini serta mengapa Pencipta pada akhirnya juga akan membunuh mereka. Kepercayaan mereka diuji. Para karakter dihadapkan dengan konflik batin dalam diri mereka. Para ilmuwan ini terbang menuju planet asing dengan kapal scientific bernama Prometheus. Tujuan mereka adalah mencari "pencipta". Namun serangan-serangan dari makhluk asing dan keadaan atmosfir menjadi ancaman berarti dalam perjalanan mereka.

Film Pendek: MARNI (2010, Sutr. Kuntz Agus), Tragedi 1983 dan Penembak Misterius-Petrus


Sutradara: Kuntz Agus
Produser: Ajish Dibyo
Pemeran: Ajeng Patria Meilisa, Agus Triatmojo, Agra Aghasa
Durasi: 23 Menit




Review:

1. Tema yang Jarang Diangkat

Salut pada karya Kuntz Agus yang satu ini. Seingat saya jarang ada film Indonesia dengan tema sensitif seperti film pendek Marni ini. Penembak misterius atau yang dikenal dengan istilah Petrus ini bisa jadi merupakan topik yang sangat sensitif dalam sejarah perjalanan Orde Baru di Indonesia. Dalam 23 menit, film ini mampu memberikan informasi yang mungkin sebagian warga kita tidak mengetahui apa yang terjadi pada Orde Baru terutama pada tahun 1983. Waktu itu dengan dalih menjaga keamanan, beberapa orang yang dicurigai melakukan tindak kriminal ditembak secara misterius pada malam hari. Mayatnya ditemukan di jalan pagi harinya oleh kerumunan warga. Tindakan yang terorganisir ini sepertinya salah satu upaya politis pada rezimnya.

Film Pendek: Wrong Day (2011, Sutr. Yusuf Radjamuda), Singkat Penuh Makna


Sutradara: Yusuf Radjamuda
Produksi: Kafe Ujung
Pemeran: Rizal Darvin, Ipin Cevin
Durasi: 3 Menit



Review:
Singkat, padat, cukup jelas.  Durasi 3 menit untuk film pendek memang tergolong singkat. Namun tidak menjadi penghalang Wrong Day untuk mendapatkan Penghargaan Khusus Festival Film Indonesia 2011. Seorang polisi yang sedang mengejar seorang preman, akhirnya justru terlibat percakapan singkat dengan preman tersebut. Persoalan oknum polisi yang tebang pilih itu menyeruak. Memang dari segi teknis tidak tergolong istimewa. Dialog antara polisi dan preman tersebut terasa bermakna dan padat mengingat singkatnya durasi film.

Cinemovie-Rate: 7,5/10

Note:
Penghargaan yang diraih film pendek Wrong Day:
- Penghargaan Khusus FFI 2011
- Official Selection Festival Film Solo 2011

Tuesday, September 18, 2012

Film: LEWAT DJAM MALAM (1954), Mari Kembali ke Masa Lampau Sinema Klasik Indonesia



Sutradara: Usmar Ismail
Produser: Usmar Ismail, Djamaluddin Malik
Penulis: Asrul Sani
Pemeran: AN Alcaff, Netty Herawati, Dhalia, Bambang Hermanto, Rd. Ismail, Awaludin, Titien Sumarni, Aedy Moward, Astaman



 
 
Review:

1. Hasil Restorasi
Lewat Djam Malam adalah film klasik Indonesia karya terbaik Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail, yang diproduksi pada tahun 1954 dan berhasil "diselamatkan" melalui upaya restorasi film yang dilakukan di L'Immagine Ritrovata di Italia selama kurang lebih 2 tahun (2010-2012). Restorasi ini diprakarsai oleh National Museum of Singapore dan Wolrd Cinema Foundation (milik Martin Scorsese) bekerjasama dengan Sinematek, Yayasan Konfiden dan DKJ Kineforum. Film-film Indonesia selama ini diarsipkan di Sinematek. Sebagian besar kondisi rol film dalam keadaan rusak parah. Salah satunya Lewat Djam Malam yang kemudian dengan segala pertimbangan dipilih oleh kritikus senior JB Kristanto untuk direstorasi. JB Kristanto beropini bahwa Lewat Djam Malam adalah salah satu film Indonesia terbaik yang pernah Beliau tonton. Film Indonesia peraih Film Terbaik dalam FFI pertama kali yang digelar pada tahun 1955 ini dinilai masih memiliki relevansi dan unsur kekinian yang tak lekang oleh jaman jika ditayangkan untuk generasi sekarang.

Film: Y Tu Mama Tambien/And Your Mother Too (2001, Mexico), Perjalanan Menuju "Dewasa"


Director: Alfonso Cuaron
Screenplay: Carlos Cuaron, Alfonso Cuaron
Casts: Maribel Verdu, Gael Garcia Bernal, Diego Luna
Country: Mexico
Year: 2001

Review:
 
1. Road Movie

Tahun 2001, Mexico memiliki film yang mampu menunjukkan kualitasnya hingga tingkat Internasional. Penghargaan-penghargaan pada beberapa Festival Film Internasional didapatkan film tersebut. Film yang saya maksud berjudul Y Tu Mama Tambien/And Your Mother Too, film ini memiliki gaya bertutur yang berani dan vulgar. Julio dan Tenoch adalah dua remaja laki-laki yang beranjak dewasa. Mereka saling bersahabat dan masing-masing memiliki kekasih. Setelah kekasih mereka berlibur di Italia, Julio dan Tenoch bertemu dengan Luisa, istri dari sepupu Tenoch. Julio dan tenoch yang tertarik dengan kecantikan Luisa mengajak Luisa untuk melakukan perjalan ke sebuah pantai indah. Luisa yang memiliki masalah rumah tangga dengan suaminya menyetujui ajakan Julio dan Tenoch. Sepanjang perjalanan ini, Julio, Tenoch dan Luisa saling bertukar pengalaman dan membicarakan perihal seksualitas diantara mereka. Perjalanan mereka penuh "nafsu" dan emosi. Sang sutradara tidak lupa menunjukkan kondisi politik nasional di Mexico serta keadaan daerah pinggiran di Mexico yang jauh dari kata sejahtera.

Film Pendek: Territorial Pissing (2010, Sutr. Jason Iskandar), Premis Sederhana Minim Informasi


Sutradara: Jason Iskandar
Produser: Florence Giovani
Pemeran: Yovita Ayu, Deo Grasianto
Durasi: 7 Menit


Review:
Bahasa visual film pendek ini memang mantap. Simbol berbicara walaupun terasa tidak memberikan apa-apa kepada penonton. Seperti  shoot sepasang boneka Mickey Mouse dan Minie yang duduk berdampingan di mobil. Premis sederhana, namun pelit informasi. Sepasang remaja cowok dan cewek beristirahat di dalam mobil sebelum melanjutkan perjalanan. Pagi harinya setelah bangun tidur, si cewek merokok di luar mobil, si cowok berusaha menjalankan mobilnya namun gagal. Kemudian si cewek mengambil alih mengemudikan mobil. Selesai. Se-simple itu. Jujur saya tidak sepenuhnya menangkap maksud film ini. Apakah memang sesederhana itu, tentang cowok yang tidak bisa mengemudikan mobil? Atau ada konflik diantara mereka?  Saya suka film yang membuat penontonnya penasaran dan menontonnya kembali.

Cinemovie-Rate: 8/10

Note:
Penghargaan yang diraih film pendek Territorial Pissing:
- Film Pendek Terbaik Jogja-Asian Film Festival 2011
- Official Selection Festival Film Solo 2011

Film: WAR HORSE (2011), Dimensi Lain Perang Dunia 1; A Masterpiece from Steven Spielberg


Director : 
Steven Spielberg
 
Producer: 
Steven Spielberg, Kathleen Kennedy
 
Writer: 
Richard Curtis, Lee Hall, Based on novel War Horse by Michael Morpurgo
 
Casts: 
Jeremy Irvine, Emily Watson, Peter Mullan, David Thewlis, Benedict Cumberbatch


 
Review:
 
1. PG-13 untuk film perang
 
Steven Spielberg memang sering mengangkat tema Perang Dunia dalam film-filmnya. Namun dengan rate PG-13, War Horse tampil cukup bersahabat untuk ukuran film perang.  Di sebuh kota kecil di Inggris, Ted Narracott memenangkan lelang seekor kuda dengan harga yang tidak wajar. Kuda yang bukan kuda bajak itu dihargai  Ted dengan harga tinggi hanya karena gengsi belaka.Walau Rose istri Ted marah karena Ted menghambur-hamburkan uang untuk kuda yang belum bisa diandalkan, namun Albert, putra dari Ted dengan sepenuh hati merawat dan melatih kuda tersebut yang kemudian diberi nama Joey. Karena kesulitan ekonomi, Ted memutuskan  untuk menjual kudanya kepada tentara Inggris untuk dilibatkan dalam Perang Dunia 1 melawan Jerman. Albert yang terlanjur menyayangi kudanya harus rela melepaskan Joey. Setelah tentara tersebut meninggal, kuda Joey beberapa kali beralih tangan dari dua tentara Jerman, gadis kecil dan petani Prancis, seorang perawat kuda tentara Jerman, hingga tentara inggris. Keberadaan Joey dalam medang perang memberikan sentuhan magis dalam film ini. Kepiawaian Spielberg dalam mengarahkan binatang/kuda dalam film ini sangat luar biasa. Persahabatan Albert dan Joey memang ditujukan untuk segala umur, sehingga anak-anak pun dapat menikmati film ini.

Film: KHALIFAH (2011), Bercadar dalam Perspektif Sosial


Sutradara: 
Nurman Hakim
Produser: 
Nan T Achnas, Rieta Amalia, Nurman Hakim, Sentot Sahid
Penulis: 
Nurman Hakim, Nan T Achnas
Pemeran: 
Marsha Timothy, Ben Joshua, Indra Herlambang, Titi Sjuman, Dion Wiyoko, Yoga Pratama, Jajang C Noer


 
Review:
1. Kemauan
Sekilas penonton mungkin akan menganggap Khalifah sebagai film dakwah. Nyatanya Khalifah tampil sebagai film yang mencoba menuturkan kondisi sosiologis manusia dengan pendirian yang berbeda, dalam hal ini adalah lingkungan perempuan yang memilih untuk bercadar. Khalifah justru jauh dari kesan menggurui, karena film ini tidak hendak menghakimi sebuah keputusan manusia namun hanya menjabarkannya secara apa adanya. Khalifah, seorang perempuan tulang punggung keluarga harus berjuang untuk menghidupi ayah dan adiknya. Karena keadaan ekonomi Khalifah setuju ketika dijodohkan dengan seorang pedagang obat-obat Arab. Namun setelah menikah, Khalifah justru sering ditinggal oleh suaminya. Suaminya berpesan agar Khalifah menutup aurat, mulai dari berjilbab hingga bercadar. Dalam kegamangannya, Khalifah memutuskan untuk bercadar. Dalam film ini penonton ditunjukkan kepolosan Khalifah dan kebingungannya menghadapi permintaan suami untuk bercadar. Tentu bukan atas kemauan Khalifah dari dalam hati. Di permukaan pilihan Khalifah ini terlihat tidak bermasalah, namun batin Khalifah masih menyimpan banyak pertanyaan.